Bisnis.com, JAKARTA — Saham baja seperti PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) oleh PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) diperkirakan mendapat angin segar seiring membaiknya harga baja.

Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis, sebagian besar harga logam mengalami kenaikan sepanjang tahun ini. Misalnya, harga emas dunia naik 19,37% year to date (YtD) pada hari Kamis (18/07) menjadi $2,452.5 per troy ounce.

Selain itu, tembaga naik 12,57% YtD menjadi $9,635/t pada hari Rabu (17/7), diikuti oleh timah naik 29,65% YtD menjadi $32,950/t.

Di sisi lain, harga nikel mengalami sedikit penyesuaian sebesar 0,88% menjadi USD 16,457/t, diikuti oleh harga aluminium YtD sebesar 0,76% menjadi USD 2,402 dan harga seng sebesar 7,13%, yang naik menjadi $2,847.

Menurut Rizkia Darmawan, Analis Mirae Asset Sekuritas, pergerakan harga nikel belakangan ini sedikit melebihi ekspektasi. Sentimennya termasuk keterlambatan pemerintah Indonesia dalam menyetujui operasi penambangan, penurunan produksi dari negara-negara Barat, dan larangan LME terhadap nikel Rusia. 

“Kami memperkirakan harga nikel berada di kisaran $17.475 per ton. Harga bisa melonjak di atas $19.000 jika aktivitas industri China melebihi perkiraan. Sementara itu, permintaan baja tahan karat China yang lebih lemah dari perkiraan dapat menyebabkan harga turun,” kata Rizkia dalam studi tersebut, seperti dikutip. pada Minggu (21/07/2024).

Dikatakannya, hal ini juga berdampak pada kinerja ANTM pada Q1 2024 yang berada di bawah estimasi, terutama disebabkan oleh penurunan produksi dan penjualan bijih nikel.

Produksi dan penjualan bijih nikel masing-masing hanya 1,4 juta ton dan 1 juta ton dibandingkan perkiraan perseroan sebesar 20 juta ton, jelasnya.

Oleh karena itu, Rizkia merekomendasikan perdagangan saham ANTM dengan target harga Rp 1.835 per saham, berdasarkan kelipatan EV/EBITDA 2024 sebesar 8,3x. Sedangkan saham ANTM diparkir di harga Rp 1.350 pada Jumat (19/07/2024), turun 20,82% year to date.

Kepada INCO, Rizkia menjelaskan pihaknya telah merevisi perkiraan INCO 2024. Estimasi yang disesuaikan menghasilkan EBITDA sebesar $324 juta, turun 17 persen, dan laba sebesar $94 juta, disesuaikan sebesar 34 persen.

“Kami mengurangi rekomendasi untuk memegang saham INCO dengan target harga yang lebih rendah yakni Rp 4.240 per saham. Risiko utama yang kami hadirkan adalah penurunan harga nikel dan tertundanya inisiasi pengembangan proyek,” kata Rizkia.

Mirae Asset Sekuritas juga merekomendasikan saham PT Harum Energy Tbk. (HRUM) karena kemunculannya sebagai pemain nikel utama di Indonesia dan harganya yang murah dibandingkan produsen nikel Indonesia lainnya.

“Saat ini kami mempertahankan rekomendasi beli HRUM dengan target harga Rp 1.860 per saham. Risiko utama yang kami hadapi antara lain anjloknya harga batu bara dan nikel, tertundanya inisiasi pengembangan proyek, dan potensi kerugian akibat nilai wajar. penyesuaian,” tutupnya. .

Keadaan dunia

Analis komoditas Wahyu Laksono menambahkan, kendala pasokan berpotensi menopang harga beberapa logam dasar. Misalnya, pembatasan perdagangan, seperti larangan baru-baru ini terhadap baja dari Rusia dalam perdagangan komoditas utama AS dan Inggris, dapat memperketat pasokan aluminium dan tembaga. 

“Pasokan timah diperkirakan akan mengalami kendala akibat pembatasan ekspor yang diberlakukan Myanmar pada Februari lalu dan memungkinkan terjadinya penundaan lebih lanjut di Indonesia, karena kedua negara tersebut menyumbang 40% produksi timah dunia,” kata Wahyu kepada Bisnis, Minggu (21 Juli 2024).

Selain itu, pengurangan dan gangguan produksi di Amerika Selatan diperkirakan akan mempengaruhi pertumbuhan pasokan tembaga global tahun ini. Demikian pula, produsen seng besar diperkirakan akan mengurangi pasokan karena pelemahan harga sebelumnya, dengan harga diperkirakan turun sekitar 30% antara Maret 2022 dan April 2024. 

Sebaliknya, produksi nikel global diperkirakan meningkat pada tahun 2024 setelah tumbuh sebesar 11% year-on-year pada tahun 2023, ujarnya. 

Menurut dia, terus tumbuhnya produksi nikel khususnya di Indonesia disebabkan oleh meningkatnya investasi peleburan khususnya dari China yang juga didukung oleh insentif pemerintah dan larangan ekspor bijih nikel. Alhasil, produsen pertambangan dan logam diperkirakan akan menguat hingga sisa tahun ini.

“Industri baja jangka panjang yang memiliki potensi besar adalah ANTM, INCO, HRUM dan TINS,” kata Wahyu.

***

Penafian: Berita ini tidak dimaksudkan untuk mendorong Anda membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan mahasiswa. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas segala kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Lihat berita dan artikel lainnya dari Google Berita dan saluran WA