Bisnis.com, Jakarta – Sejumlah emiten farmasi seperti yang berorientasi impor berpeluang memperbaiki kinerja jangka panjangnya berkat kebijakan TKDN pemerintah dan melemahnya dolar AS. 

Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan, PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF), PT Sido Muncul Industri Jamu dan Farmasi Tbk. (SIDO), PT Phapros Tbk. (PEHA) membukukan hasil yang beragam pada kuartal pertama tahun 2024.

Kinerja keuangan SIDO dan KLBF membaik, sedangkan PEHA merugi. Terpisah dari perusahaan pelat merah PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) dan PT Indofarma Tbk. (INAF) belum mengumumkan hasil kuartal I tahun 2023 atau 2024. 

Pendapatan produsen Sidomuncul itu sebesar Rp 1,05 triliun pada kuartal I 2024. Omzet ini meningkat 15,76% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yakni Rp907,30 miliar. 

Dengan meningkatnya pendapatan, laba bersih pun meningkat 30,04 persen menjadi Rp390,56 miliar dibandingkan triwulan I 2023 sebesar Rp300,27 miliar. 

Di sisi lain, KLBF melaporkan pertumbuhan pendapatan sebesar 6,88% menjadi Rp 8,36 triliun pada Q1 2024. Pada periode yang sama tahun lalu, KLBF mencatatkan pendapatan sebesar Rp 7,86 triliun.

Laba bersih KLBF meningkat Rp957,56 miliar atau 11,90% dibandingkan triwulan I 2023 yang tercatat sebesar Rp855,71 miliar. 

Iravati Setedi, CEO Kalbi Pharma, mengatakan KLBF memiliki landasan yang kuat dan dengan memanfaatkan peluang reformasi di bidang kesehatan melalui berbagai usaha bisnis, pihaknya tetap optimis untuk terus melangkah maju di tengah kondisi pasar yang cukup menantang. 

“Perusahaan mempertahankan target pertumbuhan penjualan 2024 sebesar 6% hingga 7%, pertumbuhan laba bersih antara 13% hingga 15%, dan investasi maksimal Rp 1 triliun,” ujarnya, Kamis (16/). 5/2024). 

Hingga kuartal I 2024, KLBF telah menyerap investasi sekitar Rp200 miliar dari yang dianggarkan Rp1 triliun. 

Sementara itu, untuk mengatasi gejolak rupiah, KLBF melakukan beberapa strategi seperti reformulasi produk, kenaikan harga produk secara hati-hati, dan manajemen biaya untuk menjaga margin. 

KLBF juga membantu pemerintah dalam menerapkan peraturan jumlah bahan dalam negeri. 

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan, regulasi terkait TKND merupakan salah satu manfaat jangka panjang bagi emiten obat. Ketergantungan bahan baku impor dan alat kesehatan masih mendominasi beban emiten tersebut. 

Sentimen jangka panjang itu TKDN, kata Nafan saat dihubungi. 

Lebih lanjut, Nafan mengatakan salah satu pengurangan yang bisa dilakukan adalah pembelian alat kesehatan saat rupee menguat terhadap dolar AS. 

Di saat yang sama, kita juga bisa memanfaatkan momentum situasi perekonomian saat ini, yakni dolar AS yang mulai melemah akibat sentimen mendadak The Fed. Skenario ini mungkin terjadi pada emiten obat-obatan, terutama setelah The Fed mulai menurunkan suku bunga pada bulan September. 

– Tapi tahun depan pasti naik, karena suku bunga mulai turun pada September hingga akhir 2024, ujarnya. 

Mirae Asset sendiri merekomendasikan mengoleksi saham KLBF dengan target pertama Rp 2.550 dan target kedua Rp 2.705 per saham. 

Secara terpisah, Analis Infovesta Arjun Ajwani mengatakan rupee berdampak besar terhadap sentimen saham di sektor kesehatan karena sektor ini masih sangat bergantung pada impor bahan baku. 

“Khususnya di bidang farmasi dan alat kesehatan,” ujarnya. 

Perkembangan emiten obat pada triwulan I/2024

*Laporan keuangan untuk tahun ini dan triwulan pertama tahun 2024 belum dipublikasikan

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel