Bisnis.com, Jakarta – Tren suku bunga tinggi berisiko menggerus penjualan mobil di Tanah Air. Meski demikian, analis masih tetap bullish pada saham-saham otomotif seperti ASII, AUTO, DRMA dan IMAS.

Vicky Rosalinda, Analis Quoom Securitas, sependapat bahwa tren kenaikan suku bunga dan melemahnya rupee menjadi faktor negatif bagi eksportir mobil. Selain itu, segmen mobil listrik juga menghadapi tantangan: persaingan yang ketat dan harga yang mahal.

Seperti diketahui, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan sebesar 6,25% pada rapat Direksi (RDG) BI pada Kamis (20/9/2024). Alhasil, pada Jumat (21/6/2024), rupee melemah hingga mencapai US$16.450 per dolar AS.

Meski demikian, Vicky mengaku optimis dengan kinerja dan harga saham PT Astra International Tbk. (ASII) dan PT Indomobil Sukses Internasional Tbk. (IMAS) berada dalam tren positif. Lebih lanjut, ia mengatakan kedua produk tersebut serius menggarap kendaraan listrik (EV).

Perlu diketahui, Toyota Astra Motor akan memperkenalkan 3 model BEV dalam 2 tahun ke depan. Sejauh ini untuk model BEV, Astra memiliki Lexus UX, Toyota bZ4x, dan Lexus RZ. Berikutnya untuk segmen PHEV, ASII memiliki Toyota Rav4 dan Lexus RX. Sedangkan segmen HEV Astra meliputi Innova Xenix, Yaris Cross dan beberapa model hybrid lainnya.

Di sisi lain, IMAS menggandeng produsen mobil listrik asal China, GAC AION, untuk memproduksi mobil listrik. Sebelum meluncurkan AION Y Plus, Indomobil sudah meluncurkan mobil listrik Citroën E-C3. Ada pula teknologi hybrid dari Grere Wall Motors (GWM) China melalui produk Tank 500 HEV dan Haval H6 HEV.

Dari sisi harga saham, saham ASII menguat 0,90% ke Rp 4.490 pada Jumat (21/6), namun melemah 20,53% secara year-to-date (YtD). Sebaliknya, saham IMAS turun 8,24% year-to-date dan ditutup pada Rp 1.280 per saham.

Jika dilihat dari valuasinya, saham IMAS memiliki rasio price-earnings (PE) sebesar 87,15 kali, sedangkan rasio price-to-book value (PBV) sebesar 0,39 kali. Sedangkan saham ASII memiliki PE sebesar 6,09 kali dan PBV sebesar 0,88 kali.

“Saham IMAS dan ASII menarik karena kinerjanya bagus dan harganya masih murah. Sebaiknya beli saham IMAS dengan target harga Rp 1.300, sedangkan ASII diperdagangkan dengan target harga Rp 4.620,” kata Vicky.

Harapan pemilih

Analis Mirae Asset Sekuritas Christopher Rusley menambahkan, meski penjualan mobil turun 21 persen year-on-year (YoY) menjadi 334.897 unit pada Januari-Mei 2024, pemasok suku cadang mobil PT Astra Otoparts Tbk. (AUTO) terus mencatatkan kinerja positif.

Menurutnya, portofolio AUTO yang mencakup produk-produk seperti stasiun pengisian kendaraan listrik dan peralatan industri akan menjadi katalis untuk mendongkrak kinerja dan harga saham AUTO di saat penjualan mobil dalam negeri sedang lesu.

Oleh karena itu, kami mempertahankan rekomendasi BUY untuk AUTO dengan harga rendah Rp 2.200. Target harga tersebut setara dengan rata-rata PE AUTO 2 tahun sebesar 6,5 kali, kata Christopher dalam risetnya.

Analis Cinarmas Securitas Isfhan Helmi mengatakan tiga dolar untuk pabrik PT Dharma Polimetal Tbk. (DRMA) Di Sikarang, Jawa Barat, pesanan komponen otomotif bulan Juli dan Agustus berangsur pulih, menandakan penjualan grosir akan meningkat dalam beberapa bulan mendatang, terutama di segmen kendaraan roda dua.

Pada tahun tersebut Ia mengatakan, permintaan knalpot sepeda motor yang diproduksi DRMA pada Juli 2024 mencapai 11.000 unit per hari.

Selain itu, DRMA juga banyak terlibat dalam produksi komponen kendaraan listrik, salah satunya battery case untuk Hyundai Kona EV yang akan segera diluncurkan. Proyeksi permintaan Hyundai Kona EV diperkirakan mencapai 1.200 unit per bulan.

“Kami mempertahankan rekomendasi beli DRMA di harga Rp 1.650 hingga 12 bulan ke depan,” kata Ishfan dalam risetnya.

Sementara saham DRMA menguat 1,76% ke Rp 865 per saham pada Jumat (21/6), namun secara year-to-date melemah 39,08%. Di sisi lain, saham AUTO naik 1,66 persen ke Rp 1.835 dan disesuaikan hingga 22,25 persen year-on-year.

__________

Penafian: Berita ini tidak dimaksudkan untuk mendorong pembelian atau penjualan saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan The Watch Channel.