Bisnis.com, Jakarta – Akibat dibukanya bandara baru pada tahun 2024, Indonesia kini memiliki setidaknya 17 bandara yang “berkasta rendah”.

Bandara yang dulunya melayani perjalanan internasional kini hanya melayani perjalanan domestik.

Seperti diberitakan Bisnis sebelumnya, sesuai Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 2. 31 Tahun 2024 tentang Penetapan Bandar Udara Internasional per 2 April 2024 (KM31/2004).

Edita Iravati, Juru Bicara Kementerian Perhubungan, mengatakan pembatalan penerbangan di bandara internasional menjadi alasan peralihan ke penerbangan domestik sehingga membuat operasional menjadi tidak efisien dan efisien.

“Bandara internasional tertentu hanya mengoperasikan penerbangan jarak pendek dari satu atau dua negara,” ujarnya, Senin (29 April 2024). Di bawah ini adalah profil dan sejarah 17 bandara “rendahan”. 1. Bandara Maimun Saleh Sabang (SBG)

Bandara Maimun Saleh terletak di Kampong Kot Bau, Kota Sabang, Provinsi Aceh. Bandara ini dibangun pada masa Hindia Belanda dan digunakan untuk keperluan militer Jepang.

Hingga saat ini, bandara tersebut digunakan untuk penerbangan domestik dan sebagai pangkalan TNI AU di Sabang.

Nama bandara ini diambil dari nama daerah tersebut, Kut Baw, dan diubah namanya menjadi Bandara Maimon Saleh oleh Jasri pada tahun 1982.

Dia adalah Navy SEAL yang bertugas di Saban. Bandara dengan kode WITN ini melayani rute domestik dari Kuala Namu hingga Sabang.

Nama Maimon Saleh berasal dari seorang prajurit dari Macha yang merupakan anak kedua dari Yang Mulia Saleh dan Aisha.

Maimon, mantan mahasiswa penerbangan, diterima menjadi mahasiswa pilot di Kali’ati pada tahun 1949.

Ia berhasil memperoleh lisensi pilot Kelas 3 pada 1 Februari 1951. Namun pada 1 Agustus 1952, Moiman mengalami kecelakaan saat menerbangkan pesawat pengintai Auster IV-R-80.

Kecelakaan itu terjadi di Lanud Sampark Bogor. Sebagai rasa syukur, namanya pun dikenang sebagai nama bandara Aceh. 2. Bandara Sisingamangarajah XII Silangit (DTB)

Menurut sejarahnya, bandara ini pertama kali dibangun pada masa penjajahan Jepang, tepatnya pada tahun 1944.

Bandara ini pernah dijelajahi oleh presiden pertama Indonesia, Sukarno, saat berkunjung ke kawasan Danau Toba.

Bandara ini sempat terbengkalai selama 14 tahun, namun dibangun kembali pada tahun 1995 dengan memperpanjang landasan pacu dari 900 meter menjadi 1.400 meter.

Bandara ini akhirnya dibuka oleh Susilo Bambang Yudhoyono pada Maret 2005, dengan panjang landasan pacu 2.400 m kali 30 m.

Aktivitas bandara ini sering dimanfaatkan para wisatawan untuk menjelajahi kawasan Danau Toba, Farpat, Boland Raya dan Balija.

Kepemilikan bandara ini diakuisisi oleh PT Angkasa Pura II melalui Kementerian Perhubungan pada tahun 2012.

Barulah pada tahun 2017 bandara ini akhirnya dibuka oleh Presiden Joko Widodo sebagai salah satu bandara yang melayani penerbangan internasional. 3. Bandara Raja Haji Pisavila, Tanjung Penang (TNJ)

Dulunya bandara ini bernama Bandara Kijang dan terletak di Kota Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Reo.

Nama bandara ini diambil dari nama pahlawan nasional Raja Haji Pisavila yang pernah dianugerahi bintang Maha Putra Adi Pradhana.

Bandara ini akhirnya diakuisisi oleh PT Angkasaa Pura II namun mengalami krisis karena kekurangan penumpang. Setelah tahun 2001, akhirnya kembali ramai setelah dikembangkan secara intensif.

Aktivitas mencapai puncaknya ketika beberapa maskapai penerbangan mulai berkumpul di bandara. Pemerintah ikut serta dalam pengembangan bandara tersebut, termasuk perluasan bandara menjadi 8,48 meter persegi pada tahun 2007. 4. Bandara Sultan Mahmud Badruddin II (PLM) Palembang

Bandara Sultan Mahmud di Darudin II memiliki landasan pacu sepanjang 3 km. Bandara ini terletak di 10 Zona Intimidasi.

Nama bandara ini diambil dari nama Sultan Mahmud Badaruddin II, seorang pahlawan nasional yang sebelumnya memimpin Kesultanan Palembang Dar es Salaam.

Ia juga berperan dalam perjuangan melawan kolonialisme Belanda. Pada tanggal 1 Januari 1920 timbul permasalahan pemanfaatan tanah bandar udara pada saat hak guna tanah tersebut dialihkan kepada Machapi Palembang.

Namun, pada tahun 1950 bandara ini dibuka untuk penggunaan sipil. Terakhir, pesawat Airbus hingga Boeing kini sudah bisa mendarat di bandara ini. 5. Bandara Raden Inten II Lampung (TKG)

Bandara Raden Inten II terletak dekat Lampung di pinggir Sumatera.

Raden Inten II merupakan Sultan Lampung terakhir yang mempengaruhi sejarah berakhirnya penjajahan Belanda.

Bandara ini merupakan satu-satunya bandara di Lampung yang memenuhi standar internasional yang ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Lampung saat itu.

Tak hanya itu, pada tahun 2018 bandara ini juga digunakan untuk pemberangkatan jemaah haji dari Lampung menuju Mekkah.

Aturan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan RI KP 2044 Tahun 2018 tentang Penetapan Bandara Radin Intan di Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Lampung sebagai bandara internasional. 6. Yogyakarta, Bandara Adisucipto (Joging)

Bandara Adisucipto terletak di Kapanewong Depok, Sleman, 10 km dari Yogyakarta.

Dulunya bandara ini bernama Magu, salah satu nama desa di wilayah pendiriannya. Bandara ini dibangun pada tahun 1940 dan digunakan oleh Milisi Litchward pada tahun 1942.

Pada tahun yang sama, pasukan Jepang menduduki lapangan terbang Adisocipto yang sebelumnya diduduki oleh pemerintah Hindia Belanda.

Tiga tahun kemudian, tepatnya tahun 1945, pemerintah Indonesia mengambil alih bandara tersebut dan menetapkannya sebagai pangkalan angkatan udara.

Bandara ini diperluas antara tahun 1972 dan 1977 untuk operasi sipil dan militer.

Nama Adisupto diambil dari mendiang pilot TNI AU Brigjen Augustus Adisupto.

Pada tanggal 1 April 1992, Bandar Udara Edisipto diambil alih oleh PT Perm Ancasa Pula I. 7. Bandar Udara Potiank Spadio (PNK)

Bandara ini dibangun pada tahun 1940 dengan nama Bandara Sungai Dorian. Nama bandara ini diubah menjadi Bandara Spadio pada tahun 1980.

Pada tahun yang sama, Garuda Indonesia mulai mengoperasikan penerbangan ke Singapura.

Tak hanya itu, juga dioperasikan oleh Malaysia Airlines pada tahun 1989.

Namun, pada tahun 1998, karena krisis keuangan, penerbangan internasional terpaksa dihentikan.

Pada tahun 2012, landasan pacu bandara ini diperpanjang dan diperluas menjadi 2.250 meter yang merupakan standar internasional.

Pada 28 Desember 2017, terminal baru bandara Spade resmi disetujui oleh Presiden Joko Widodo. 8. Bandara Tarakan Jwata (TRK)

Bandara ini awalnya dibangun pada masa penjajahan Belanda dan berfungsi sebagai pangkalan militer Belanda.

Bandara ini juga tercatat sebagai tempat pendaratan orang Jepang pertama di Indonesia.

Setelah lepas dari kekuasaan kolonial, Bandara Javata diambil alih oleh pemerintah Indonesia dan dijadikan sebagai bandara perintis.

Dengan panjang landasan pacu 1.850 meter, bandara ini semakin populer sebagai bandara domestik.

Bandara ini mengalami perkembangan pesat, dan setelah dibuka oleh Jokowi, Bandara Javata memiliki luas 12.440 meter persegi dan panjang landasan pacu 2.500 meter.

Landasan pacu Bandara Javata yang panjang dan lebar telah menaikkan statusnya menjadi standar internasional. 9. Bandara Arteri Kupang (KOE)

Bandara di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) diserahkan dari Kudua Gubernur NTT kepada Tali.

Penunjukan ini dibuat pada tahun 1988 sebagai cara untuk memperingati dedikasi El Tali.

Bandara ini telah beroperasi sejak tahun 1928, saat Indonesia masih menjadi wilayah jajahan Belanda.

Bandara Al Tari dulunya merupakan ladang jagung yang kemudian dialihfungsikan menjadi landasan pesawat terbang.

Dalam pengembangannya, PT Angkasa Pura I melakukan pembangunan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas bandara.

Bandara ini diperluas menjadi 16.064 meter penumpang dan berhasil meningkatkan jumlah pengunjung hingga 2,2 juta per tahun.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel