Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Produsen Serat dan Filamen Indonesia (APSyFI) menyebut penyebab utama menurunnya kontribusi industri tekstil dan pakaian jadi (TPT) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional. 

Ketua Umum APSyFI Redma Geetha Wiravasta mengatakan, situasi tersebut terjadi searah dengan kontribusi sektor nonmigas atau industri terhadap PDB Nasional yang mengalami penurunan dari 25% pada tahun 2014 menjadi 18,67% dalam 10 tahun terakhir. . pada tahun 2023. 

“Kontribusi sektor TPT terhadap PDB juga menurun dari 2,2% menjadi 1,1%, tren kehancuran industri sudah terpantau selama 10 tahun,” kata Redma kepada Bisnis, Kamis (17/10/2024). 

Padahal, dia mengakui program impor Kementerian Perindustrian pada awalnya berjalan baik. Kebijakan ini mendorong industri lokal memanfaatkan bahan baku pakaian dalam. 

Bahkan, kebijakan tersebut semakin dinilai sia-sia karena tidak adanya dukungan kementerian/lembaga lain untuk terus mengimpor produk ilegal di pasar dalam negeri. 

“Di sisi lain, daya saing kita belum bisa meningkat karena biayanya lebih tinggi dibandingkan negara pesaing, terutama untuk biaya energi dan peralatan,” ujarnya. 

Produsen lokal sebelumnya menuntut penurunan tarif listrik sebesar 30% untuk industri padat karya, khususnya sektor tekstil. Namun promosi ini tidak bisa langsung dilaksanakan karena menyangkut kementerian lain. 

Menurut Redma, hal terpenting yang harus diperhatikan pemerintah ke depan adalah memberantas impor barang ilegal yang menghambat perkembangan industri TPT. 

Oleh karena itu, perlu ada perbaikan di bidang kepabeanan dan bea masuk yang menjadi sumber permasalahan impor barang dari luar negeri, serta biaya listrik, terutama yang menggunakan gas, ”ujarnya.

Lebih lanjut, terkait persoalan kabinet yang berlangsung menjelang pelantikan Presiden terpilih Prabowo Subianto, Redma menyoroti beberapa posisi menteri, salah satunya Kementerian Keuangan. 

“Sikap kami didasarkan pada posisi Menteri Keuangan yang kami anggap sebagai biang keroknya industri dan kami tidak peduli dengan PHK dan penutupan perusahaan,” ujarnya. 

Ia juga jelas putus asa jika Sri Mulyani diangkat kembali menjadi Menteri Keuangan. Menurut dia, hal ini menimbulkan kendala bagi revitalisasi sektor produksi. Sementara itu, Redma menilai posisi menteri lainnya di bidang perekonomian masih sesuai dengan kemampuannya. 

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan Channel WA