Bisnis.com, JAKARTA – Gabungan Industri Alat Berat Indonesia (HINABI) meminta perhatian pemerintah untuk mendorong produksi kendaraan berat di dalam negeri melalui kemudahan impor suku cadang atau bahan baku.
Presiden Hinabi Giri Kus Angoro mengatakan, kebutuhan impor bahan baku alat berat masih tinggi, namun industri berupaya menjaga daya saing produk lokal agar tidak kalah saing dengan produk berat impor (CBU). . Peralatan murah.
“Yang pertama adalah kemudahan impor bahan baku produk industri, mengingat 40-50% suku cadang kendaraan berat masih diimpor, kita bisa lebih bersaing dengan produk impor yang lebih murah karena adanya zona perdagangan bebas. [Perjanjian Perdagangan Bebas],” kutip Giri kepada Bisnis Senin (23/9/2024).
Ia mencontohkan komponen berupa silinder alat berat yang masih sulit diproduksi di dalam negeri berdasarkan kebutuhan dalam negeri. Padahal, kebutuhan balon industri kendaraan berat cukup besar, rata-rata 4.000-5.000 unit per tahun atau bernilai sekitar Rp70-80 miliar.
Gree menambahkan, bahan baku dan bahan lainnya diproduksi di dalam negeri dan mencukupi. Namun dia tidak menutup kemungkinan perlunya impor.
Namun, komponen atau bahan baku impor yang banyak digunakan pada industri kendaraan berat memerlukan waktu pemrosesan yang lama, kata dia.
Dilaporkan bahwa pemerintah telah memperkenalkan Pembatasan dan Tarif Impor Berbasis Volume (LERTAS) setelah beberapa waktu untuk melindungi industri dalam negeri. Meski ada kelonggaran bahan baku, namun hal tersebut menjadi kendala bagi para pengusaha.
Menurut dia, penerapan pengaturan impor melalui pertimbangan teknis (Pertek) melalui beberapa persyaratan izin impor (PI) dapat lebih efektif mengendalikan volume pasokan-permintaan yang dibutuhkan industri dalam negeri.
Di sisi lain, Giri meminta pemerintah memberikan insentif berupa Pajak Impor yang ditanggung Pemerintah (BMTP), khususnya untuk komponen impor. Produksi dalam negeri dari kendaraan berat yang menurun ini harus ditingkatkan.
“Bea masuk ditanggung negara [BMDTP] terhadap suku cadang yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri sehingga harus dimulai kembali,” tutupnya.
Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel