Bisnis.com, Jakarta – Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming harus menanggung beban utang triliunan rupiah yang diperoleh pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Pemerintah telah mengalokasikan anggaran yang sangat besar untuk pembayaran bunga utang pada tahun 2025.

Hal itu diungkapkan Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (KMANKU) Isa Rachmatravata pada rapat Komite Eksekutif Kebijakan Belanja Pemerintah Pusat Tahun 2025 di Badan Anggaran DPR RI pada Selasa (25/6/2024).

Isa mengatakan, meningkatnya beban beban bunga utang pada tahun 2025 disebabkan oleh semakin tingginya rollback utang pemerintah, terutama untuk menangani pandemi Covid-19.

“Pada tahun 2025, selain subsidi, yang paling besar adalah pembayaran bunga utang. Sebab, saat itu kita banyak menerbitkan surat utang untuk memitigasi wabah tersebut, ujarnya. 

Untuk menjaga kredit, kata dia, pemerintah memastikan ada alokasi anggaran agar bunga utang dibayarkan tepat waktu dan tepat jumlah.

“Memang sejalan dengan keinginan kita bersama untuk menjaga harkat dan martabat negara kita, kita harus memastikan bahwa alokasi anggaran memungkinkan untuk pengelolaan pembayaran bunga utang. Enggak, tidak, tidak, tepatnya,” jelasnya.

Isa menegaskan, pemerintah akan terus melakukan berbagai upaya untuk mendorong efisiensi bunga utang, yakni dengan memilih timing dan suku bunga utang yang terbaik.

Selain itu, pemerintah juga akan mendorong pendalaman pasar Surat Berharga Negara (SBN) untuk menciptakan pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid. Warisan utang triliunan rupee

Di kesempatan lain, Ketua Kelompok Anggaran (Bangar) DPR RI Abdullah juga menyinggung soal anggaran yang harus dikeluarkan pemerintah semakin besar. harus mencapai Rp 561 triliun pada tahun 2025.

Menurut dia, pemerintah ke depan tidak akan senang menerapkan skema Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Selain anggaran pembayaran bunga utang, anggaran belanja dalam APBN 2025 direncanakan sebesar Rp3.500 triliun hingga Rp3.540 triliun, meliputi biaya pegawai sebesar Rp840 triliun, subsidi dan kompensasi sebesar Rp500 triliun, serta transfer. daerah sebesar Rp 900 triliun.

Mengingat besarnya alokasi yang seharusnya dianggarkan untuk belanja umum, maka peran belanja pemerintah ke depan diperkirakan tidak akan murah, terutama untuk merealisasikan belanja terkait program prioritas pemerintah.

“Kita bisa menghitungnya, jadi kalau banyak hal yang menjadi prioritas nasional yang ingin dicapai, pada akhirnya tidak semuanya bisa tercapai,” jelasnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel