Bisnis.com, Jakarta – Kementerian Perindustrian berupaya melakukan harmonisasi pajak atas kendaraan rendah emisi karbon atau dikenal dengan LCEV, di tengah kemungkinan kenaikan pajak penjualan barang mewah (PPNBM) pada mobil hybrid. Kemenperin menilai untuk memanfaatkan produksi mobil rendah emisi dalam negeri, Perlu ada insentif finansial seperti yang diterapkan di Thailand.

Putu Julie Ardika, penjabat direktur Divisi Logam, Mesin, Peralatan Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian, mengatakan kementerian mendorong harmonisasi kendaraan rendah emisi, atau LCEV, untuk membuat mereka kurang kompetitif.

Menurutnya, Thailand merupakan pesaing terdekat Indonesia di kawasan regional, selama ini telah memberikan insentif untuk semua teknologi kendaraan rendah emisi.

Nanti kita lihat perkembangannya, karena ini baru pembahasan sekarang. Nanti kita coba ke depan paling tidak harmonis, ujarnya usai peletakan batu pertama pabrik mobil listrik Vinfast Indonesia di Kota Subang, Provinsi Jawa Barat. Pada Senin (15/7/2024) Thailand kalah.” –

Putu mengatakan, informasi mengenai performa mobil hybrid sudah banyak, namun Kementerian Perindustrian masih memerlukan kajian lebih mendalam.

Merujuk Peraturan Menteri Nomor PPNBM 74 Tahun 2021 tentang Mobil, Pasal 36B Ayat 1 mengatur dasar pengenaan pajak yang berlaku saat ini tidak berlaku dalam hal industri otomotif yang menggunakan kendaraan listrik baterai (BEV) memiliki investasi minimal 5%. Triliun rupee .

Berdasarkan regulasi tersebut, HEV bersilinder 3,00cc memiliki emisi CO2 kurang dari 100 gram per kilometer. Tadinya PPnBM harus 8%, namun kini dinaikkan menjadi sekitar 10%.

Sedangkan untuk HEV lain yang termasuk dalam Pasal 27 Pasal 74/2021 tarif pajaknya dinaikkan dari 7% menjadi 11%, sama seperti mobil Mind Hybrid. Awalnya memiliki tingkat 8% hingga 12%.

Hal ini akan mulai berlaku setelah 2 tahun sejak dimulainya pengoperasian. atau ketika industri otomotif yang menggunakan teknologi BEV mulai berproduksi komersial

Sementara itu Komitmen investasi total Hyundai-LG Energy Solution (LG) Group untuk proyek baterai end-to-end di Indonesia. Setara dengan US$9,8 miliar atau 142 triliun rupiah.

Rincian komitmen investasi konsorsium LG antara lain hulu pertambangan senilai US$850 juta, smelter HPAL senilai US$4 miliar. Pabrik reaktan/katoda senilai $1,8 miliar dan sel baterai senilai US$3,2 miliar.

Tapi sampai sekarang Realisasi ini hanya datang dalam bentuk fasilitas produksi sel baterai Hyundai-LG Group.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel.