Bisnis.com, JAKARTA- Indonesia berpotensi menjadi target relokasi pabrik dari China yang berencana mendiversifikasi rantai pasoknya serta menambah basis manufaktur yang sudah ada di negara tersebut.
Faktanya, Jones Lang LaSalle (JLL) meneliti bahwa sepuluh tahun ke depan akan terjadi percepatan rantai pasokan global yang akan terfokus di Asia Tenggara dan India sebagai lokasi produksi.
Hal ini didorong oleh perusahaan manufaktur yang mencari lokasi dan opsi pembiayaan yang lebih baik untuk memanfaatkan volatilitas rantai pasokan. Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa perusahaan Tiongkok mulai menjajaki relokasi produksi.
Menambah basis manufaktur di luar Tiongkok dipandang penting untuk mencegah gangguan rantai pasokan dengan mengurangi ketergantungan pada satu negara.
Country Manager dan Head of Logistics and Industry, JLL Indonesia, Farazia Basarah mengatakan meningkatnya permintaan lahan industri, serta kenaikan upah dan biaya bahan baku, juga mendorong kenaikan harga tanah di Tiongkok.
“Hal ini menjadikan Indonesia sebagai alternatif yang lebih hemat biaya,” jelasnya dalam siaran pers, Rabu (6/5/2024).
Selain itu, faktor-faktor seperti tenaga kerja terampil, infrastruktur, peraturan lingkungan hidup, kedekatan dengan pemasok dan pelanggan, serta stabilitas politik sangat berkontribusi terhadap keberhasilan dan keberlanjutan pabrik dalam jangka panjang.
JLL menyarankan perusahaan untuk secara hati-hati mengevaluasi faktor-faktor non-biaya atau kualitatif ini karena faktor-faktor tersebut sangat penting dalam pengambilan keputusan dan membangun landasan yang kuat untuk pertumbuhan di masa depan.
Head of product strategy, Asia Pacific, JLL, Michael Ignatiadis mengatakan, strategi China berdampak pada negara tujuan, khususnya di Asia Tenggara dan India.
Pemerintah di kawasan ini memanfaatkan peluang dan memastikan kebijakan yang mendukung industri manufaktur lokal dengan memprioritaskan ketersediaan lahan dan akses terhadap sumber modal.
“Kami melihat kawasan Asia Tenggara dan India dapat melengkapi kekuatan manufaktur Tiongkok yang sudah ada,” kata Michael.
Dalam hal ini, Indonesia termasuk salah satu negara yang potensial karena basis ekonominya yang kuat dan kemampuannya menjadi pusat manufaktur skala besar.
Selain itu, RI memiliki jumlah penduduk yang besar dan jumlah tenaga kerja yang banyak, biaya yang menarik serta berbagai insentif yang ditawarkan di negara ini menjadikannya tujuan menarik untuk investasi di bidang manufaktur.
“Namun dalam pandangan kami, agar perusahaan dapat merespons dengan cepat perubahan rantai pasokan ini, mereka perlu mengadopsi pola pikir yang fleksibel terhadap pemilihan lahan dan opsi pembiayaan,” ujarnya.
Pada tahun 2023, Indonesia akan mengalami peningkatan investasi asing langsung (FDI) di sektor manufaktur dengan peningkatan sebesar USD 4 miliar sehingga mencapai total USD 28,7 miliar.
Indonesia juga mengalami pertumbuhan signifikan dalam industri-industri utama seperti elektronik dan peralatan, bahan kimia dan farmasi, serta kendaraan bermotor dan transportasi lainnya.
Pemerintah Indonesia telah menerapkan berbagai kebijakan untuk mendukung dan menarik investasi di sektor manufaktur. Beberapa inisiatif besar tersebut antara lain insentif kendaraan bermotor bertenaga baterai, insentif pajak untuk investasi melalui kawasan ekonomi khusus, dan strategi “Making Indonesia 4.0” yang bertujuan untuk mengintegrasikan teknologi manufaktur terkini.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel