Bisnis.com, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belakangan ini menetapkan aturan yang lebih ketat, salah satunya denda miliaran dolar terkait suku bunga dasar kredit (SBDK) bank umum konvensional (BUK). 

Berdasarkan Peraturan OJK No. 13 Tahun 2024 tentang Transparansi dan Publikasi SBDK, perbankan kini terancam denda hingga Rp 15 miliar jika melakukan kesalahan dalam mengumumkan SBDK.

“Pengumuman SBDK ini tergolong sanksi atas kesalahannya, antara lain denda paling banyak Rp 15 miliar,” kata Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, Aman Santosa, Senin (26/8/2024).

Dalam aturan terbaru ini, ada beberapa ketentuan penting yang harus dipatuhi BUK. Pasal 9 ayat (5) POJK mengatur bahwa informasi palsu dalam laporan yang diterbitkan SBDK dikenakan sanksi administratif. 

Sementara itu, persetujuan tersebut berlaku bagi kesalahan yang dilakukan dalam pengumuman di situs BUK atau di setiap kantor BUK yang ditempatkan di tempat yang mudah dilihat oleh nasabah, sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) surat tersebut.

Selain itu, Pasal 7 ayat (2) juga mengatur kewajiban BUK melalui saluran digital dan/atau media elektronik lainnya untuk mengumumkan laporan publikasi SBDK terkini pada saluran tersebut. 

Artinya, jika pemilik saluran digital atau media elektronik tersebut melakukan kesalahan dalam pengumuman, maka ia juga akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan.

“Informasi palsu dalam laporan publikasi SBDK yang diumumkan di website, masing-masing kantor BUK, serta saluran digital dan/atau media elektronik lainnya dapat menyesatkan masyarakat dalam mengambil keputusan,” tulis OJK.

Selanjutnya terhadap laporan yang diterbitkan atas laporan penerbitan SBDK yang dinyatakan tidak benar, BUK akan dikenakan sanksi administratif berupa teguran atau teguran tertulis serta tindakan tertentu, denda, dan perintah larangan melakukan kegiatan usaha tertentu.

Setelah itu, mengurangi penilaian terhadap faktor-faktor yang menentukan biaya tingkat kesehatan, dengan membekukan beberapa kegiatan usaha; dan/atau larangan sebagai pihak utama.

“Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) surat itu dikenakan paling banyak Rp 15 miliar,” baca pasal 9 ayat (6) seperti dikutip Bissen. 

Namun Pasal 9 ayat (7) memberikan pengecualian bagi BUK dalam menjatuhkan sanksi administratif apabila terjadi force majeure.

Dalam keadaan demikian, berdasarkan Pasal 7 Ayat (8) BUK mengalami force majeure, sehingga tidak dapat mengumumkan laporan penerbitan rincian SBDK sampai batas waktu penyampaiannya, maka BUK memberitahukan secara tertulis kepada OJK Tanggal terakhir penerbitan laporan pernyataan SBDK dan/atau penyampaian laporan SBDK secara rinci.

Kondisi force majeure meliputi bencana alam, bencana non alam, dan/atau bencana sosial yang mengganggu kegiatan operasional BUK, yang diverifikasi oleh personel instansi yang berwenang di wilayah setempat.

Masih terkait dengan Pasal 9, khususnya Pasal 9 Ayat (1), BUK menyatakan Pasal 7 Ayat (1) Huruf A, Ayat (2), dan/atau Pasal 8 Ayat (1) Melanggar syarat kesengajaan. . Sanksi administratif akan diterapkan jika ada permohonan. 

Sebagaimana diketahui, Pasal 8 ayat (1) mewajibkan BUK untuk menyimpan pengumuman laporan penerbitan SBDK di situs BUK sesuai Pasal 7 ayat (1) huruf paling singkat selama lima tahun terakhir. 

Selain itu, pada pasal 9 ayat (2) disebutkan bahwa apabila BUK dikenakan sanksi administratif, maka BUK dikenakan sanksi administratif berupa larangan penerbitan produk baru, kemudian pembekuan sebagian kegiatan usaha.

Kemudian pembatasan perluasan kegiatan usaha, pembatasan pengambilan kegiatan usaha baru; dan/atau kurangnya penilaian faktor tata kelola dalam menilai tingkat kesehatan. 

Pasal 9 ayat (3) juga memuat isi, apabila BUK telah dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pelanggaran ketentuan terus berlanjut, maka sebagian besar BUK dapat dikenakan sanksi administratif. Pembatasan sebagai pihak utama sesuai dengan peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang peninjauan lembaga jasa keuangan besar di pihak. 

“BUK yang dikenakan pembatasan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan/atau ayat (3), selalu wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf Untuk mengajukan permohonan, ayat (2), dan Pasal 8 ayat (1),” bunyi Pasal 9 ayat (4). 

Sementara itu, dengan diterbitkannya POJK SBDK diharapkan dapat memperbaiki perhitungan, pengumuman dan tata kelola penyampaian SBDK untuk meningkatkan daya saing, edukasi dan perlindungan konsumen, serta transmisi kebijakan moneter.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel