Bisnis.com, JAKARTA – Direksi Bank Negara dan Lembaga Keuangan Non-Perbankan kini bisa terbebas dari kerugian akibat kebijakan pembatalan utang segmen UMKM.

Alhasil, dalam Peraturan Pemerintah (VP) No. 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Kredit Macet Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang diundangkan Presiden Prabowo Subianto pada Selasa (5/11/2024). 

Ayat 1 Pasal 7 Peraturan tersebut menjelaskan bahwa kerugian yang timbul pada saat hapus buku dan hapus buku bank dan/atau lembaga keuangan bukan milik negara merupakan kerugian bank dan/atau lembaga keuangan bukan milik negara. Lembaga keuangan bank yang bersangkutan.

“Apabila melakukan hapus buku sesuai Pasal 4 dan/atau hapus buku sesuai Pasal 6, direksi tidak dapat mempertanggungjawabkan kerugian yang terjadi sesuai ayat 1,” bunyi Pasal 7 ayat 3. ) PP No. 47/2024, dikutip Minggu (10/11/2024).

Selain itu, pada ayat 2 pasal yang sama dijelaskan bahwa kerugian yang dimaksud bukanlah kerugian nasional sepanjang dapat dibuktikan bahwa tindakan tersebut dilakukan dengan itikad baik, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. anggaran dasar dan prinsip tata kelola perusahaan yang baik.

Menurut penjelasan resmi PP, yang dimaksud dengan ‘dilakukan dengan itikad baik’ adalah tidak mencari keuntungan bagi diri sendiri, diri sendiri, keluarga, kelompok, dan/atau perbuatan lain yang berindikasi tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Polis tersebut juga harus dijamin dengan analisa bahwa piutang tak tertagih tersebut bukan disebabkan oleh penipuan atau kejahatan yang dilakukan oleh debitur atau nasabah penerima instrumen; dan dilakukan berdasarkan analisis bahwa debitur atau nasabah penerima fasilitas tidak mampu lagi membayar pokok dan/atau bunga atau bunga/bagi hasil.

Peraturan ini mengatur secara rinci mengenai pembatalan piutang tak tertagih oleh bank-bank milik negara dan/atau lembaga keuangan non-bank bagi UKM melalui pembatalan dan penghapusbukuan utang; dan pemerintah melalui penghapusan kredit macet bagi usaha kecil dan menengah secara bersyarat dan mutlak.

Khusus bagi bank milik negara dan/atau lembaga keuangan bukan bank, ketentuan penghapusan piutang tak tertagih mencakup debitur yang telah direstrukturisasi atau debitur yang telah dilakukan upaya penagihan namun belum tertagih. Hal ini diatur dalam Pasal 4.

Setelah itu, penghapusan piutang tak tertagih dapat dihapuskan berdasarkan Pasal 6, kriterianya antara lain nilai pokok paling banyak Rp500 juta per debitur atau pelanggan; telah dihapuskan sekurang-kurangnya 5 tahun setelah berlakunya peraturan ini; pembiayaan tanpa asuransi/jaminan; dan tidak ada jaminan kredit atau pembiayaan.

Sebelumnya, Mirza Adityaswara, Wakil Ketua Dewan Komisioner Dewan Jasa Keuangan (OJK) mengatakan, PP no. 47/2024 telah memberikan kepastian hukum kepada perbankan nasional dalam penghapusan tagihan, yang selama ini bank swasta lebih leluasa melakukannya.

“Bank-bank BUMN boleh saja hapus bukunya, tapi mereka takut untuk menghapus koleksinya. Karena masih ada keraguan apakah pembatalan RUU itu bisa dianggap merugikan keuangan negara,” ujarnya kepada wartawan di Gandaria, Jakarta Selatan. , Rabu (11/6/2024).

Dengan demikian, langkah-langkah tersebut ke depan dapat dilakukan oleh bank-bank anggota Himbara, termasuk bagi usaha kecil dan menengah. Menurut Mirza, kebijakan penghapusan RUU tersebut juga merupakan bagian dari UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pembangunan dan Penguatan Sektor Jasa Keuangan (UU P2SK).

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel