Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) buka-bukaan alasan sektor manufaktur Indonesia masih lemah, apalagi dengan meningkatnya barang impor yang berdampak pada industri lokal.

Perlu diketahui, indeks manajer pembelian (PMI) manufaktur Indonesia masih berada di bawah angka 50 yang berada di angka 49,2 pada September 2024 dalam tiga bulan terakhir.

Wakil Ketua Umum API David Leonardi mengatakan, alasan PMI manufaktur masih berada di zona kontraksi karena kondisi perekonomian di Indonesia yang belum membaik sehingga berdampak pada penurunan daya beli masyarakat.

“Agar PMI kembali bangkit, diperlukan kebijakan pro-industri dan proteksionis yang konsisten,” kata David di Negosyo, Selasa (1/10/2024).

Menurut dia, paket kebijakan tersebut akan menciptakan persaingan perdagangan yang sehat di pasar domestik sehingga meningkatkan aktivitas produksi industri. Dampaknya, peningkatan aktivitas manufaktur akan meningkatkan nilai PMI khususnya bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia.

Lebih lanjut, kata dia, untuk kembali memperluas produksi, pemerintah harus menjamin adanya perlindungan pasar bagi industri lokal, apalagi dengan semakin banyaknya produk impor.

Hal ini disebabkan adanya relaksasi impor akibat inkonsistensi peraturan yang ada dan menyebabkan impor besar-besaran dengan harga di bawah rata-rata biaya produksi industri masuk ke pasar dalam negeri, lanjutnya. 

David berpendapat, masyarakat yang daya belinya kecil cenderung membeli produk yang lebih murah tanpa memeriksa dari mana produk tersebut berasal dan memenuhi standar atau tidak.

“Hal ini tidak hanya mengurangi aktivitas industri dalam negeri, tetapi barang impor ini juga membahayakan konsumen.” Jadi, dengan melindungi pasar dalam negeri dengan regulasi yang konsisten, maka industri tidak hanya akan kembali berkembang, namun konsumen juga akan terlindungi,” pungkas David.

Sementara itu, penurunan pesanan baru terjadi pada subsektor Manufaktur Lainnya dengan Industrial Confidence Index (ICI) yang mengalami penurunan pada September 2024. Subsektor ini mengalami penurunan pesanan baik di negara lain maupun dalam negeri.

Selain tekstil dan pakaian jadi, subsektor industri lain yang juga mengalami kontraksi ICI pada pesanan baru adalah tembakau, kayu, kertas, bahan kimia, manufaktur komputer dan elektronik, serta jasa reparasi. 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel