Bisnis.com, Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebutkan dampak penurunan kinerja Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur Indonesia turun menjadi 50,7 pada Juni 2024, turun dibandingkan bulan lalu 52,1.

Meskipun terjadi perlambatan ekspansi, industri manufaktur di negara ini masih menunjukkan tanda-tanda ekspansi selama 34 bulan berturut-turut hingga Juni 2024.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian Fabri Hendri Anthony Arif mengatakan pihaknya mengapresiasi upaya para pelaku industri yang tetap optimis dan produktif di tengah situasi perekonomian global yang tidak menentu.

“Sektor industri saat ini sedang dalam kondisi shock. Para pelaku industri semakin berkurang kepercayaannya terhadap perkembangan dunia usaha ke depan,” ujarnya dalam keterangan tertulis pada Februari, Senin (1/7/2024).

Sejalan dengan laporan S&P Global, Febry mengatakan tingkat PMI manufaktur Indonesia turun tajam pada bulan lalu seiring dengan kenaikan tingkat manufaktur nasional pada Juni 2024, dengan penurunan pesanan dan penjualan baru.

Hal ini akan mempengaruhi kepercayaan industri terhadap kondisi produksi selama 12 bulan ke depan, yang belum beranjak dari posisi terendah dalam empat tahun pada bulan Mei lalu, termasuk yang terendah dalam sejarah.

“Hal ini dipengaruhi oleh kondisi pasar, pembatasan perdagangan, serta penurunan pesanan impor yang dipengaruhi oleh regulasi yang tidak mendukung,” ujarnya.

Sedangkan bulan Februari mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan No. 8/2024 tentang kebijakan dan peraturan impor yang memudahkan pemasukan barang impor yang sejenis dengan barang produksi dalam negeri. Relaksasi aturan impor dalam aturan tersebut menyebabkan menurunnya kepercayaan pelaku industri yang berdampak pada turunnya PMI.

Berbeda dengan beberapa negara peers yang mengalami peningkatan PMI manufaktur, Indonesia mengalami penurunan tajam. Penyesuaian kebijakan perlu dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan para pelaku industri, tegasnya.

Untuk itu perlu dilakukan penyesuaian kebijakan pada Peraturan Menteri Perdagangan No. Di tahun ini

Hal ini juga menyoroti keadaan darurat di industri manufaktur, seperti yang terlihat pada fenomena hilangnya lapangan kerja (PHK) yang ‘dumping’ di pasar Indonesia menyusul menurunnya permintaan pasar internasional dan membanjirnya impor. Untuk pembatasan perdagangan di negara lain.

Menurut Fabri, jika Indonesia tidak menerapkan regulasi terkait hal ini, impor akan membanjiri pasar dan mendorong produk dalam negeri.

Hal senada diungkapkan Departemen Sumber Daya Manusia Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Harrison Silan yang mengatakan pemerintah perlu memiliki arah yang jelas untuk menyelesaikan permasalahan industri TPT. Sebab saat ini pengusaha lokal sulit bersaing dengan banyaknya produk tekstil.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan The Watch Channel