Bisnis.com, JAKARTA — Purchasing Managers’ Index (PMI) Indonesia masih berada pada wilayah ekspansi pada Mei 2024 meski melemah menjadi 52,1 dari 52,9 pada bulan sebelumnya. Tingkat sirkulasi dipertahankan selama 33 bulan berturut-turut. 

Menurut laporan terbaru dari S&P Global, penurunan tingkat PMI manufaktur pada Mei 2024 disebabkan oleh rendahnya kepercayaan bisnis, biaya input yang lebih tinggi, dan tekanan pasar untuk mengurangi beban biaya dan pungutan kepada konsumen. 

Kepala Ekonom S&P Global Market Intelligence Paul Smith mengatakan meskipun sektor manufaktur Indonesia saat ini sedang melemah, negara ini terus menunjukkan kinerja yang kuat di sektor manufaktur, didukung oleh semakin banyaknya produk dan aplikasi baru. 

Paul mengatakan dalam keterangannya, Senin (6 Maret 2024): “Meski didukung oleh mayoritas konsumen dalam negeri, manufaktur global terus mengurangi produksi karena adanya permintaan baru”. 

Jumlah pesanan ekspor baru turun selama tiga bulan berturut-turut, menunjukkan bahwa permintaan global melemah. Akibatnya, jumlah pesanan baru mencapai titik terendah dalam enam bulan.

Di sisi produksi, jumlah pesanan baru mengalami peningkatan. Akibatnya, saham perusahaan menjadi sangat tinggi. Di sisi lain, perusahaan manufaktur disebut berhati-hati dalam menambah tenaga kerja, meski ada juga yang mulai mengganti pekerja yang di-PHK. 

“Perusahaan sangat berhati-hati terhadap jumlah pekerja dengan menunggu dan mengawasi daripada mengganti pekerja yang keluar,” tambahnya. 

Di sisi lain, Paul menilai sudah ada kekhawatiran yang berkembang bahwa akan ada tanda-tanda perlambatan permintaan pasar dalam 12 bulan ke depan. Perusahaan juga berhati-hati dalam hal penjualan, yang terus tumbuh pesat di bulan Mei. 

Pertumbuhan instalasi diperlukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dan pesanan saat ini serta untuk mengurangi jadwal instalasi.

“Pertumbuhan, meski masih bagus, menunjukkan tanda-tanda kemunduran. Pertumbuhan secara keseluruhan rendah, sementara kepercayaan berada pada titik terendah dalam lebih dari 4 tahun, dan tekanan harga terus meningkat,” katanya. 

Dalam hal harga, produsen Indonesia juga melaporkan kenaikan harga input yang lebih tinggi. Biaya input meningkat karena nilai tukar negatif. Hal ini meningkatkan biaya produksi dan membebani konsumen. 

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel