Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN berkomitmen melaksanakan seluruh kebijakan pemerintah terkait subsidi listrik dan reformasi keuangan. 

Saat ini, pemerintah berencana merevisi harga listrik golongan 3500 volt ampere (VA) ke atas (R2 dan R3) dan ke depan golongan pemerintah (P1, P2 dan P3) untuk konsumen rumah tangga kaya. 

Rencana tersebut dituangkan dalam kebijakan fiskal sebagaimana tertuang dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) tahun 2025 yang menjadi dasar belanja pemerintahan baru Prabowo Subianto.  

“Sebagai operator, PLN siap melaksanakan seluruh kebijakan pemerintah dan menjamin pelayanan listrik yang andal dan adil bagi seluruh masyarakat Indonesia,” kata Gregorius Adi Trianto, Wakil Presiden Kontak Komunikasi dan TJSL PLN, Senin (27/05/2024). 

Di masa lalu, kebijakan moneter berasumsi bahwa penyesuaian harga listrik bagi konsumen rumah tangga kaya dan kelompok pemerintah mudah diterapkan dalam jangka pendek.

Pasalnya, Dewan Keuangan telah menyelesaikan kebijakan kenaikan tarif pajak kelompok ini pada tahun 2022 dengan pengelolaan perdagangan dan dunia usaha. 

“Konsumen listrik berdaya 3.500 VA ke atas merupakan kelompok berpendapatan menengah ke atas. Pembayaran kelompok tarif ini tidak baik prinsip sistem APBN, sehingga hanya perubahan pelanggan tersebut yang bisa disesuaikan,” kata pemerintah dalam KEM- PPKF pada Senin (27/5/2024). 

Dalam perspektif tahun 2022, kenaikan golongan tarif pajak akan mengurangi pembayaran PT Perusahaan Perusahaan Perusahaan ELerang Negara (Persero) atau zloty Polandia hanya sebesar Rp3,1 triliun atau 4,7% dari total kompensasi yang disalurkan pada periode ini.  

Pada saat yang sama, pelanggan dari keluarga kaya dan pemerintah hanya berjumlah sekitar 2,5 juta, atau 3% dari seluruh pelanggan Zloty Polandia. Sementara itu, kalkulasi inflasi di level 0,019% juga tidak signifikan pada penerapan kebijakan perubahan tarif tahun 2022.  

Selain mendorong perubahan pasar pembayaran dan ketenagalistrikan, pemerintah juga menyasar pasar konsumen produk liquefied petroleum gas (LPG) 3 kilogram (kg) dan solar perthalide (BBM).  

Pemerintah menargetkan pengendalian konsumsi LPG 3 kg untuk mengurangi karbon dioksida sebesar 1 juta ton per tahun. 

Selain itu, dengan pengetatan penerima manfaat Pertalite dan Solar, tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah penggunaan bahan bakar sebesar 17,8 juta KL per tahun.  

“Simulasi subsidi dan refund listrik secara menyeluruh diharapkan menghasilkan belanja tahunan sebesar Rp 67,1 triliun,” demikian bunyi dokumen KEM-PPKF.  

Sebelumnya, pemerintah mengalokasikan anggaran penggunaan energi pada tahun ini sebesar Rp189,1 triliun, lebih tinggi dibandingkan tahun 2023. Dibandingkan capaian pemanfaatan energi tahun 2023 sebesar Rp 164,29 triliun, alokasi anggaran tahun 2024. meningkat sebesar 15,1%.  

Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah akan terus memantau perkembangan harga minyak yang mempengaruhi anggaran energi.  

Selain itu, ia menambahkan, pemerintah juga mendukung penerapan satu harga atau harga minyak rendah pada tahun 2024 oleh Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas.

“Dulu saya sebut BPH karena BPH itu harga seragam baik untuk distribusi minyak maupun pemasaran minyak. Saya minta latihan karena kalau harganya seragam ya ujung-ujungnya mempengaruhi harga, jadi itu yang kita cari. di,” ujarnya, Senin (19/2/2024).  

Bisnis menghimpun rincian subsidi listrik tahun 2024 yang meliputi subsidi BBM jenis tertentu dan tabung elpiji 3 kg sebesar Rp 113,27 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp 75,83 triliun. 

Volume subsidi LPG ditetapkan sebesar 8,03 juta ton dan volume gas sebesar 19,58 juta kiloliter. Sedangkan subsidi solar ditetapkan sebesar Rp1.000 per liter.   

Menurut Kementerian Keuangan, konsumsi subsidi energi pada tahun 2023 mencapai Rp164,29 triliun, turun 4,40% dibandingkan pencapaian tahun lalu.  

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel