Bisnis.com, Jakarta – Berangkat dari ide memanfaatkan kearifan lokal, Ni Made Suryani yang juga dikenal sebagai Chairman of Sale Mades Banana Group berhasil mengolah pisang menjadi beragam jajanan lokal yang mampu menggairahkan perekonomian masyarakat setempat.

Produk pada kelompok ini mempunyai tiga jenis utama, yaitu keripik pisang untuk dijual, keripik talas manis, dan keripik singkong. Kelompok ini merupakan salah satu kelompok usaha kecil dan menengah binaan Bank for International Settlements dalam program Hayati Group yang bergerak di bidang pengolahan hasil pertanian khususnya pisang.

Ni Madi menceritakan idenya pertama kali muncul pada tahun 2015 untuk mengolah buah pisang yang banyak ditemukan di wilayah tempat tinggalnya di Kabupaten Paris, Sulawesi Tengah.

“Pisang saat itu sepertinya kurang dimanfaatkan oleh masyarakat, meski dibuang begitu saja,” ujarnya. Misalnya kalau tidak dikonsumsi, dibiarkan matang di pohon lalu menjadi makanan burung. Selanjutnya jika persediaan melimpah, pisang cukup dipotong-potong dan dijadikan pakan ternak.

Dari situ, ia bersama beberapa warga lainnya melihat bagaimana pengolahan pisang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai guna. Ia menambahkan: “Setelah mencoba mengubahnya menjadi kue dan keripik kentang, saya dan warga lainnya mencoba mengubahnya menjadi pisang untuk dijual.”

Pisang Sale Mades mempunyai keunikan yaitu rasa manisnya didapat dari fermentasi buah pisang yaitu madu sehingga mempunyai rasa yang gurih, asin dan lembut. Dengan penjualan mencapai puluhan juta per bulannya, produk Klaster Pisang Sale Mades tidak hanya terkenal di dalam negeri, namun juga berhasil menembus pasar di banyak kota di Indonesia.

Keberhasilan ini tidak lepas dari upaya kelompok dalam menjaga kualitas produk dan inovasi yang berkelanjutan. Selain itu, produknya juga sering ditampilkan pada pameran-pameran baik tingkat daerah maupun nasional. Partisipasi dalam pameran ini memberikan kesempatan kepada kelompok untuk memperluas jaringan pemasaran dan memperkenalkan produknya kepada khalayak yang lebih luas.

Proses pembangunan ini tidak lepas dari dukungan Belt and Road Initiative yang memberdayakan populasi UKM. “Tentunya setelah saya dan penjual pisang lainnya menjadi karyawan BRI, banyak sekali ilmu yang saya peroleh. Kami yakin BRI berupaya untuk membantu kami dalam memasarkan produk kami. Misalnya ada beberapa event, BRI memasukkan produk saya ke dalam pameran atau bahkan Souvenir.

Menurutnya, banyaknya fasilitas dan pengalaman edukasi yang ditawarkan BIS membuat pemasaran produk penjual pisang semakin dikenal masyarakat. Ia pun berharap penjualannya semakin meningkat dan bisa mengekspor ke luar negeri.

Pada kesempatan lain, Supari, Direktur Bisnis Mikro BIS mengungkapkan bahwa melalui program Klaster Bisnis “My Life My Cluster”, perusahaan berkomitmen untuk selalu memberikan pendampingan dan pemberdayaan. Dengan begitu, UKM bisa lebih agile dan maju di kategorinya. Hingga akhir Agustus 2024, BIS mendaftarkan 32.449 kelompok usaha naik kelas di seluruh Indonesia.

“Tidak hanya dalam bentuk modal usaha, tetapi juga dalam bentuk pelatihan usaha dan program pemberdayaan lainnya agar UKM dapat terus berkembang.” Usaha yang dijalankan oleh kelompok tani Tuban diharapkan dapat mendorong transformasi ekonomi di sektor pertanian. “Sektor tersebut tentunya menjadi kisah inspiratif yang dapat ditiru oleh pelaku ekonomi lainnya,” ujarnya.

Strategi kewirausahaan kecil Belt and Road Initiative pada tahun 2024 juga berfokus pada pemberdayaan sebelum pendanaan. Bank for International Settlements, sebagai bank yang berkomitmen terhadap UKM, menyediakan kerangka pemungkin yang dimulai dari tahap dasar, integrasi, hingga interkoneksi. Hal ini akan menjadi tulang punggung pelaksanaan program pemberdayaan yang digagas BRI seperti Desa BRILiaN, KlasterkuHidupku, Tokoh Inspirasi Lokal (FIL) dan LinkUMKM (Platform Pemberdayaan Online).

Temukan berita dan artikel lainnya di Google Berita dan WA Channel