Bisnis.com, JAKARTA – PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) atau PGN berharap ada insentif baru untuk melanjutkan pengembangan proyek gas di tengah dan hilir perusahaan.

Direktur Bisnis PGN Ratih Esti Prihatini mengatakan perseroan mendukung kebijakan pemerintah untuk mendukung dukungan dan persaingan perusahaan melalui harga gas tertentu (HGBT). 

“PGN berharap dapat terus menjadi andalan dalam meningkatkan pemanfaatan gas bumi. Mengingat infrastruktur di berbagai daerah masih penting, baik bagi perusahaan industri, UMKM maupun rumah tangga yang belum menerimanya,” ujar Direktur Komersial PGN Ratih . Esti Prihatini saat temu bisnis nasabah dan perwakilan serikat pekerja, dikutip dalam siaran pers, Jumat (7/12/2024). 

Ratih mengatakan PGN terus mendukung dan mendukung kebijakan pemerintah, termasuk mendukung pelaksanaan penyaluran gas bumi ke beberapa perusahaan.

Dikatakannya, “PGN telah menyalurkan kuota LGBT yang diterima dari pemasoknya kepada seluruh perusahaan penerima LGBT sesuai kuota LGBT masing-masing penerima yang ditetapkan pemerintah.”

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyetujui rencana proyek penyediaan rumah atau DMO gas sebesar 60% untuk kebutuhan industri manufaktur dan listrik. 

Selain itu, harga pasokan gas dalam negeri juga akan dibarengi dengan pengaturan harga yang ketat pada beberapa prakiraan harga gas bumi (HGBT), mulai dari sumber air hingga titik transfer (plant gate) dan aktivitas industri tersebut.  

Peraturan tersebut dapat dilihat dalam Peraturan Resmi (RPP) tentang gas untuk kebutuhan rumah tangga. Kementerian Perindustrian telah mengikuti rencana undang-undang tersebut selama dua tahun terakhir.  

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, Jokowi mendukung undang-undang dan pemerintahan dalam rapat terbatas terkait LGBT di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (08/07/2024) kemarin. 

“Kabar gembira bagi kita semua, Pak Presiden rapat kemarin menyetujui ditetapkannya RPP gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri,” kata Agus saat peluncuran PP Nomor 20 Tahun 2024 Bidang Perindustrian, Selasa (2024-07). -09). ). 

Menurut Agus, tugas penyediaan atau penyediaan gas ke sektor industri hingga saat ini belum terselesaikan dengan baik.  Akibatnya, gas yang dipasok ke perusahaan dari kontraktor daerah (KKKS) tidak berkelanjutan dan saat ini harga gas meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan hak LGBT tahap pertama sebesar $6 per MMBtu.  

“Sekarang kalau kita lihat dari neraca total produksi gas nasional, sekarang hanya 40% yang diperuntukkan atau dialokasikan untuk produksi yang termasuk pupuk, yang tentu saja dilakukan karena tidak ada standarnya,” kata Agus. 

Di sisi lain, tambahnya, pemerintah juga membuka kemungkinan impor gas untuk memenuhi kebutuhan sektor industri. Dia menegaskan, undang-undang ini pada akhirnya akan membuka persaingan harga antara gas produksi dalam negeri dan gas impor.   

Sementara itu, SKK Migas melaporkan peningkatan penyelesaian gas lift untuk keperluan dalam negeri pada periode Januari-Mei 2024 sebesar 3,719 miliar British thermal unit per hari (BBtud) atau setara dengan 70% dari total nasional. 

Pemahaman ini lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar 3.718 BBtud atau 68% dari total nasional. 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan Channel WA