Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) mengkritik pemerintah yang menyetujui Peraturan Pemerintah (PP) no. 28 Tahun 2024 sebagai peraturan pelaksanaan UU No. 17/2024 tentang Kesehatan.

Ketua Umum APTI Jawa Tengah Wisnu Brata mengatakan kebijakan ini dapat berdampak buruk bagi Industri Hasil Tembakau (IHT) dan petani tembakau.

Ketika pengusaha mengalami kerugian, dampaknya juga ke petani. Ketika penjualan menurun, konsumsi tembakau juga menurun. Industri terdampak, akhirnya terjadi PHK massal, kata Wisnu dalam keterangan tertulisnya, Jumat (2/8/2024).

Terdapat beberapa pasal bermasalah dalam aturan kesehatan yang menjadi pembatasan IHT, salah satunya adalah larangan penjualan rokok eceran dan larangan penjualan dalam jarak 200 meter dari lembaga pendidikan.

Faktanya, hingga saat ini para pelaku industri menghadapi berbagai pembatasan melalui Peraturan Pemerintah (PP) No.

“Jika ini benar, maka pengangguran akan meningkat,” ujarnya.

Ia menjelaskan, aturan ini akan memukul rantai pendapatan para pelaku tembakau, khususnya pengusaha kecil karena akan mengalami penurunan pendapatan.

Lebih lanjut, Wisnu menilai disetujuinya PP Kesehatan ini merupakan bentuk kurangnya diskresi pemerintah. Menurut dia, pemerintah salah membaca strategi karena selalu berpandangan bahwa Indonesia adalah negara pasar produk tembakau, bukan produsen. 

Padahal, seharusnya pemerintah memposisikan negara sebagai produsen produk tembakau, mengingat keberadaan rantai tembakau Indonesia dari atas hingga bawah. 

Wisnu juga menyoroti proses pembuatan peraturan tersebut yang tertutup tanpa melibatkan pemangku kepentingan IHT. Faktanya, banyak usulan yang diajukan oleh industri dan petani terkait peraturan ini tidak disetujui.

“Itu semacam arogansi pemerintah yang tidak menerima keinginan sektor tembakau, khususnya petani dan pekerja, untuk kepentingan salah satu pihak yaitu mencegah rokok. Kalaupun lebih dari sekedar kesehatan, ada manfaatnya. faktornya,” jelasnya.

Ia menduga ada kepentingan tertentu di balik pembuatan aturan tersebut sehingga mempengaruhi pemerintah untuk mengalihkan IHT dari atas ke bawah. Yang pasti pihaknya akan mempertimbangkan langkah selanjutnya sebagai bentuk penolakan terhadap pelantikannya 

“Karena aturan ini merupakan proses yang cacat. Kami hanya diundang satu kali dan pada pembahasan selanjutnya tidak diundang lagi,” tutupnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel