Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Produsen Tembakau Indonesia (APTI) terus menolak Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Perlindungan Produk Tembakau dan Produk Tembakau Elektronik (RPMK) beserta acuan aturannya yakni Peraturan Pemerintah (PP) Tahun 2024 tentang Kesehatan yang merupakan turunan Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.

Salah satu upaya menolaknya adalah feedback melalui situs merdeka.kemenkes milik Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Suara penolakan terdengar dari beberapa sentra tembakau Indonesia, salah satunya dari petani tembakau di Aceh. “Kami menolak keras karena berdampak pada penghidupan kami sebagai petani tembakau. Kami mohon pemerintah mendengarkan keinginan kami dari pulau paling terpencil di Indonesia ini,” kata Ketua DPD APTI Aceh Tengah Hasiun dalam keterangannya, Rabu (18 September 2024).

Hasziun mengatakan pemerintah tidak pernah ikut serta dengan produsen tembakau di Aceh dalam pembuatan peraturan yang berdampak pada mereka. Oleh karena itu, para produsen tembakau di Aceh sangat menentang PP 28/2024 tentang Keputusan Produk Tembakau yang disahkan pada Juli lalu dan RPMK yang diminta Kementerian Kesehatan untuk segera disahkan pada bulan ini.

– Peraturan yang dibuat tidak memberikan kesempatan kepada petani untuk menyampaikan kondisi dewan yang sebenarnya sehingga ketika peraturan tersebut diterbitkan tidak sinkron, ujarnya.

Padahal, masyarakat Aceh sudah menanam tembakau secara turun-temurun. Hampir setiap orang yang tinggal di Aceh bisa menanam tanaman tembakau.

Aceh mempunyai lahan pertanian yang luas dan sangat cocok untuk budidaya tembakau. Tembakau Aceh terkenal dengan rasanya yang unik, yaitu berisi 25 dari 75 jenis tembakau yang ada di dunia.

Menurut Hasiun, Ketua DPC APTI Pemakesan Samukrah mengatakan, mereka bersama perwakilan petani dari 13 kecamatan ikut melakukan pemungutan suara menolak RPMK di situs Partipasi Sehat.

“Jelas perkembangan PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Produk Tembakau dan RPMK mengancam dan mematikan industri tembakau, khususnya di Madura. Madura merupakan sentra perkebunan tembakau terbesar. Produk tembakau PP dan RPMK menindas kami, menghancurkan negara kami. penghidupan, seru Samukrah.

Ia meminta Kementerian Kesehatan untuk menyelenggarakan kembali audiensi publik di mana produsen tembakau mempunyai perwakilan yang sama untuk membahas peraturan tembakau. “Kementerian Kesehatan harus memberikan solusi kepada petani tembakau agar kami tidak kehilangan mata pencaharian,” imbuhnya.

UU Herman, perwakilan DPD APTI Produsen Tembakau se-Jabar, turut berkontribusi dalam penyusunan RPMK secara online. Ia mempertanyakan apakah pasal tembakau PP 28 Tahun 2024 masih kontroversial, namun mengapa Kemenkes terkesan injak finalisasi RPMK.

Merujuk kajian, proses penyusunan PP Nomor 28 Tahun 2024 sejak awal menimbulkan kontroversi, prosesnya sangat tidak transparan dan tanpa partisipasi berarti. Padahal, partisipasi masyarakat dan pemangku kepentingan dijamin undang-undang. Jadi saat ini dalam menyusun RPMK, setiap kontribusi petani harus didengarkan, diperhitungkan dan diperhitungkan,” kata UU.

Lihat berita dan artikel lainnya dari Google News dan WA Channel