Bisnis.com, JAKARTA – Ikatan Ahli Tambang Indonesia (Mei) mewanti-wanti organisasi masyarakat (ormas) seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah sebelum resmi mengurus izin pertambangan kepada pemerintah.
Seperti diketahui, Pengurus Nahdlatul Ulama atau PBNU dan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengumumkan sepakat memberikan peluang usaha khusus (WIUPK) bekas Perjanjian Kerja Sama Karbon (PKP2B).
Pemberian WIUPK diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Presiden Rizal Kasli tidak mempermasalahkan NU dan Muhammadiyah menerima WIUPK dari pemerintah. Menurut dia, ada dua ormas yang bisa mengelola IUPK yang disalurkan dari tambang sebelumnya (relinguishment), karena merupakan badan usaha sah yang berbadan hukum dan dikuasai 100% oleh organisasi pusat.
Sumber daya manusia, lanjut Rizal, juga bisa diatur dimana Indonesia memiliki banyak ahli pertambangan seperti di bawah Perhapi.
Oleh karena itu, kedua ormas Islam yang menguji undang-undang tersebut menilai keabsahan penerbitan dokumen ke IUPK oleh ahli hukum.
“Keputusan ini akan kami serahkan kepada manajemen,” jelasnya kepada Bisnis, Senin (29/7/2024).
Meski demikian, Rizal menyebut banyak hal yang harus diperhatikan kelompok massa guna memperlancar reformasi IUPK.
Ia mencontohkan, bekas wilayah pertambangan yang dikembalikan oleh PKP2B merupakan wilayah pertambangan yang kurang diminati oleh pemilik sebelumnya dari segi sumber daya dan cadangan, infrastruktur, geografi, geografi, sosial dan sejenisnya.
“Mungkin masih ada cadangannya, kualitasnya kurang bagus, buat saya susah, jarak ke pelabuhan terlalu jauh, di hutan atau masyarakat sulit mengisinya,” jelasnya. .
Oleh karena itu, sebelum mulai menambang, badan usaha manajemen masal yang bersedia menawarkan WIUPK harus sangat teliti memeriksa segala aspek agar investasi berhasil.
Menurut Rizal, ada tiga hal yang perlu ditetapkan untuk mengelola suatu investasi, yaitu ketersediaan teknologi; layak secara komersial dan memenuhi kriteria investasi seperti NPV, RoI dan payback period; dan masyarakat politik memungkinkan mereka untuk berkembang.
“Pekerjaan yang perlu dilakukan mulai dari eksplorasi, FS/Amdal, konstruksi dan penambangan harus dilakukan dengan baik agar rencana investasi memenuhi harapan organisasi,” jelasnya.
Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, Muhammadiyah mengikuti jejak NU dengan menerima pelepasan WIUPK dari eks PKP2B. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, pihaknya siap menerima tawaran pemerintah untuk mengelola WIUPK usai rapat konsolidasi nasional dan konferensi PP Muhammadiyah.
“Diputuskan Muhammadiyah siap mengelola industri pertambangan sesuai dengan Undang-Undang Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024,” kata Abdul dalam konferensi pers, Minggu (28/7/2024).
Dia mengatakan, keputusan tersebut diambil bukan karena Muhammadiyah melakukan penyelidikan dan fokus pada tudingan yang dilontarkan terkait pengelolaan tambang tersebut.
Tak hanya itu, kata dia, Muhammadiyah juga meminta pendapat akademisi, pengelola tambang, dan lingkungan hidup.
Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel