Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat industri penjaminan di Indonesia mengalami penurunan outstanding penjaminan menjadi Rp 415,57 triliun hingga Juni 2024. Angka tersebut turun tipis 0,06% dari Rp 418,34 per bulan (mtm). triliun pada Mei 2024.
Namun nilainya meningkat 16,38% year-on-year (YoY) menjadi Rp357,06 triliun dibandingkan Juni 2023. Sementara itu, beban klaim juga meningkat sebesar 22,11% dari Rp3,57 triliun pada Mei 2024 menjadi Rp4,36 triliun pada Juni 2024.
Dibandingkan Juni 2023, beban klaim sebesar Rp2,88 triliun meningkat 51,26%. Hal ini menunjukkan peningkatan persyaratan agunan dan penurunan aset yang dijaminkan.
Melihat fenomena tersebut, Plt Direktur Utama PT Jamkrida Jawa Barat (Jabar) Agus Subrata mengungkapkan, industri penjaminan di Indonesia sangat bergantung pada kondisi perbankan nasional.
Sebagai referensi, Bank Indonesia (BI) melaporkan rasio kredit bermasalah (NPL), termasuk kredit macet pada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), akan meningkat pada paruh pertama tahun 2024. Pada Juni 2024, pendapatan kotor MKB NPL mencapai 4,04% mendekati ambang batas 5%.
“Secara umum tentunya kondisi ini akan mempengaruhi peningkatan kebutuhan agunan akibat meningkatnya kredit macet di perbankan,” kata Agus Bisnis saat dihubungi, Selasa (20/8/2024).
Agus mengatakan untuk mengantisipasi hal tersebut, kata dia, perusahaan penjaminan harus bisa membuka diri terhadap emerging market di luar penjaminan pinjaman bank yang masih berada dalam wilayah penjaminan.
Beberapa pasar potensial tersebut adalah penjaminan surat utang, jaminan pembelian barang secara angsuran, jaminan transaksi komersial, jaminan pembelian barang dan/atau jasa (guarantee bond), jaminan bank garansi (counter-bank garansi). , Jaminan terhadap letter of credit, dokumen dalam negeri, jaminan cukai, jaminan kepabeanan, dan jaminan cukai selama ini sangat minim bahkan belum tersentuh oleh perusahaan penjaminan.
Tidak berhenti sampai disitu, kata Agus, perusahaan asuransi perlu meningkatkan kemampuan manajemen risikonya agar dapat mengelola risiko serta melakukan upaya mitigasi risiko, termasuk co-insurance atau cash-back. – skema garansi.
Ia juga optimistis prospek industri garansi masih terbuka, selain masih banyaknya produk garansi yang belum dikembangkan, serta banyaknya UKM di Indonesia.
“Saat ini terdapat lebih dari 65 juta unit usaha kecil dan menengah/perorangan, namun hanya sebagian kecil yang memiliki akses terhadap pembiayaan dari perbankan. “Dalam hal ini seharusnya peran penjaminan sebagaimana diatur dalam undang-undang no. 1 Tahun 2016 untuk penjaminan,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Perusahaan Penjaminan Kredit Aribovo PT Indonesia (Jamkrindo) mengungkapkan, penurunan outstanding penjaminan mungkin dipengaruhi oleh peningkatan beban klaim yang signifikan.
Meski demikian, lanjutnya, kenaikan tagihan di Jamkrin tidak serta merta mengurangi jumlah aset yang dijadikan jaminan.
Sebab, volume penjaminan baru yang dicapai setiap bulannya lebih tinggi dibandingkan kenaikan klaim, kata Aribovo Bisnis, saat dikonfirmasi, Selasa (20/8/2024).
Di sisi lain, Aribovo mengatakan, beberapa strategi disiapkan untuk menyikapi fenomena peningkatan klaim, antara lain dengan mengatur arus kas perseroan, melakukan renegosiasi TC penjaminan, dan selektif dalam memilih mitra penjaminan. “Peningkatan kerusakan diperkirakan akan terus berlanjut hingga akhir tahun 2024.
Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA