Bisnis.com, Jakarta – Perubahan iklim tidak hanya berdampak pada lingkungan tetapi juga perubahan penyakit yang menyebar di planet ini.

Perubahan iklim akan mengubah variabel iklim seperti curah hujan, suhu, dan kelembapan, sehingga mempengaruhi dinamika penularan penyakit.

Perubahan iklim regional juga mempengaruhi agroekosistem dan pasokan air, yang menyebabkan kekurangan air dan peningkatan penyakit yang berhubungan dengan air dan makanan seperti malnutrisi dan diare.

Di Indonesia, perubahan iklim, termasuk berkurangnya curah hujan dan suhu di Maluku, menyebabkan peningkatan kasus pneumonia sebesar 96% dan peningkatan kasus diare sebesar 19%.

Selain itu, suhu tinggi dan curah hujan menyebabkan peningkatan kasus demam berdarah sebesar 227% di Bali-Nusa Tenggara dan peningkatan kasus malaria sebesar 66% di Papua.

Selain itu, Indonesia diperkirakan akan mengalami kerugian ekonomi sebesar 1,86% (sekitar Rp 21,6 miliar) akibat dampak perubahan iklim terhadap sektor kesehatan. Di sisi lain, menurut laporan Bank Dunia, dampak perubahan iklim dapat menyebabkan sekitar 7,3% kerugian ekonomi di sektor air pada tahun 2045.

Budi Gunadi Sadikin, Menteri Kesehatan RI, mengatakan jika perubahan iklim tidak dikendalikan maka akan berdampak pada kesehatan generasi sekarang dan masa depan.

Selain itu, hal ini juga membebani sistem kesehatan dan menghambat upaya mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan cakupan kesehatan universal.

Sementara itu, Budi menjelaskan perubahan iklim berdampak pada penyebaran penyakit menular dan tidak menular.

Budi mencontohkan penyakit menular, termasuk yang menyebar ke seluruh dunia.

“Perubahan iklim akan meningkatkan kontak antara hewan dan manusia. Hampir semua penyakit menular berasal dari hewan, misalnya flu burung dan virus corona baru dikatakan berasal dari kelelawar. Seringnya perubahan kontak membuat kejadian seperti itu lebih mungkin terjadi.” Senin (29 April 2024) kata dalam pertemuan di Jakarta.

Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan harus bersiap menghadapi perubahan iklim, termasuk dengan menggalakkan penelitian terhadap semua hewan yang sering melakukan kontak dengan manusia.

“Kami mencoba mendeteksi patogen, virus, dan bakteri berbahaya terlebih dahulu pada hewan yang kami temui. Kalau kita bisa melakukan studi [uji klinis] di tingkat hewan, vaksinnya apa, obatnya apa, diagnostiknya apa. Sudah terlambat bagi manusia dan terlambat untuk penelitian,” jelasnya.

Lalu, contoh kedua perubahan iklim berdampak pada peningkatan reproduksi nyamuk, termasuk Aedes aegypti.

“Kita sudah tahu bahwa demam berdarah meningkat setiap kali ada kejadian El Niño. Kini karena perubahan iklim, kejadian El Niño bisa jadi semakin sering terjadi sehingga menyebabkan demam berdarah terus meningkat,” lanjutnya.

Sedangkan untuk penyakit tidak menular, salah satu dampaknya adalah naiknya permukaan air laut dan menyusutnya luas daratan, sementara populasi manusia terus meningkat.

Delapan miliar orang di seluruh dunia saat ini membutuhkan makanan dan sumber nutrisi, namun lahan yang ada semakin berkurang.

“Di mana pun tanaman tumbuh, pasti ada masalah nutrisi. Kita harus bersiap menghadapinya sekarang. Kemudian, perubahan iklim menipiskan lapisan ozon dan meningkatkan radiasi matahari, yang mengubah genetika dan membuat manusia lebih rentan terhadap kanker kulit,” atau penyakit lainnya. Vegetasi berkurang, polusi tinggi akan menimbulkan banyak masalah kesehatan, ini yang terjadi dan kita harus mempersiapkan sistem kesehatan kita untuk menghadapi perubahan iklim,” ujarnya.

Oleh karena itu, dengan pemikiran tersebut, Kementerian Kesehatan dan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menandatangani Surat Komitmen untuk berkolaborasi dalam proyek-proyek yang didanai oleh Green Climate Fund (GCF).

GCF adalah program investasi iklim global ambisius yang dirancang sebagai langkah transformatif menuju pembangunan sistem kesehatan yang berketahanan iklim.

Budi berharap dengan pendanaan dari GCF, lembaga-lembaga besar seperti Bank Dunia dan Global Fund juga bersedia bergabung jika percaya dengan perkembangan pendanaan perubahan iklim.

“Peran WHO dan UNDP adalah menjadi katalis, pengungkit, mengambil langkah pertama, dan pihak lain untuk membantu menyediakan anggaran penelitian dan kesiapsiagaan jika skenario perubahan iklim ini terjadi,” jelasnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel