Bisnis.com, JAKARTA – PT Pertamina (Persero) merespons rencana peluncuran produk bahan bakar baru (BBM) dengan kandungan sulfur rendah pada 17 Agustus 2024.
Pertamina terus meluncurkan produk bahan bakar rendah sulfur ini, kata Fadjar Djoko Santoso, Vice President Corporate Communications Pertamina, dalam keterangannya.
“Bahan bakar rendah sulfur masih diproduksi. Sebenarnya sudah ada arahan dari pemerintah mengenai hal ini,” kata Fadjara saat dihubungi, Minggu (14/7/2024).
Di sisi lain, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan pemerintah akan menguji coba produk bahan bakar baru dengan kandungan sulfur lebih rendah pada 17 Agustus 2024.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan bahan bakar tersebut akan dicampur dengan campuran bahan bakar nabati atau BBN.
Hal ini dilakukan untuk mengurangi kandungan sulfur ke tingkat minimum dengan standar acuan saat ini yang setara dengan Euro IV atau 50 bagian per juta (ppm) sulfur.
“Kami mencari bahan yang benar-benar bisa menurunkan kandungan sulfur. “Saat ini kita masih di angka 500 ppm, menurut standar Euro V harus di bawah 50 ppm,” kata Arifin di Kementerian ESDM, Minggu (14/7/2024).
Seperti diberitakan sebelumnya Pemerintah akan mulai membatasi penjualan bahan bakar bersubsidi yang belum mencapai target.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pembatasan tersebut Ini akan dimulai pada 17 Agustus 2024.
Hal ini merupakan upaya pemerintah untuk mendorong penyaluran subsidi yang tepat dan tepat sasaran. Implementasi kebijakan ini dilakukan oleh PT Pertamina (Persero).
“Memberikan subsidi yang tidak tepat Pertamina sedang bersiap “Kami berharap tanggal 17 Agustus bisa dimulai dengan masyarakat yang tidak berhak menerima subsidi. Ini bisa kita kurangi,” ujarnya dalam postingan di akun Instagram miliknya. @luhut.pandjaitan Selasa (7/9/2024)
Hal itu disampaikannya mengingat defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) diperkirakan akan meningkat pada akhir tahun 2024 seiring dengan peningkatan belanja negara. Sementara penerimaan negara berpotensi tidak terpenuhi.
Sekadar informasi, defisit APBN diperkirakan meningkat hingga Rp 609,7 triliun pada akhir tahun ini atau setara dengan 2,7% PDB. Perkiraan defisit tersebut meningkat dari target semula sebesar Rp 522,8 triliun atau 2,29% PDB.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel.