Bisnis.com, Jakarta – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan mencatat penurunan aset jaminan sosial (DJS) pada tahun berjalan sekitar Rp 1,6 triliun. yang terbebas dari beban membayar asuransi kesehatan

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Gufron Mukti menyebutkan posisi dana jaminan sosial pada akhir tahun 2023 sebesar Rp 56,66 triliun. Aset tersebut saat ini berada di kisaran Rp 55 triliun.

Meski saat ini ia meyakinkan stabilitas aset DJS Health masih aman, namun ia mengakui jika tidak ada perbaikan di masa depan. Aset DJS Kesehatan juga kecil kemungkinannya untuk menutupi biaya klaim BPJS Kesehatan. Oleh karena itu, ia menjelaskan strategi BPJS Kesehatan untuk menjamin ketahanan aset DJS Kesehatan.

“Yang pertama mengakomodasi keikutsertaan [BPJS] jika memungkinkan,” kata Gufron saat ditemui di sela-sela acara Penghargaan Kompetisi Jurnalisme BPJS Kesehatan 2024 di Jakarta, Rabu (25/9/2024).

Menurutnya, penyesuaian biaya bukanlah hal yang mudah. Karena akan berdampak pada jutaan masyarakat Indonesia. Per 1 Agustus 2024, jumlah peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebanyak 276.520.647 orang atau 98,19% dari total penduduk Indonesia. Faktor biaya pemerintah juga menjadi perhatian. Sebab, bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), iurannya dibayarkan menggunakan APBN.

Strategi kedua adalah pembagian biaya BPJS kesehatan. Menurut Bisnis, proyek ini sempat ramai dibicarakan pada tahun 2017. Retorika tersebut terkadang mendapat tentangan.

Sementara itu, Guffron mengemukakan bahwa pembagian biaya telah menjadi praktik umum di hampir setiap negara. “Cos sharing belum pernah terjadi di Indonesia. Misalnya, pembagian biaya di seluruh dunia adalah 30%, orang yang berobat ke rumah sakit membayar 30%. Berapa biayanya di Indonesia? Tidak ada pembayaran,” kata Guffron.

Ketiga, penyesuaian besaran iuran (PPU) bagi pekerja berbayar. Gufron menjelaskan, tarif iuran BPJS kesehatan saat ini sebesar 1% dari 2 kali Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang nilainya kurang lebih Rp 12 juta.

Menurut Guffron, penyesuaian tarif pajak ini merupakan rasionalisasi perpajakan. Dia mencontohkan, ketentuan serupa juga berlaku bagi pegawai bergaji tinggi.

“Masyarakat, kalaupun penghasilannya R50 juta, tetap dianggap membayar 1% dari 2 PTKP yaitu sekitar R12 juta, sampai dengan R12 juta, mengingat penghasilannya R20 juta [ini kurang dari R12 juta,” kata dia. kata Gauron.

Guffron menilai masyarakat kelas menengah atas belum banyak memanfaatkan BPJS Kesehatan. Dukungan tersebut didasari oleh prinsip gotong royong, namun belakangan ia mencermati masih adanya masyarakat menengah ke atas yang memanfaatkan manfaat kesehatan dari BPJS Kesehatan. Selain itu, menurutnya, maka diperlukan rasionalisasi perpajakan.

“Bahkan mereka yang pergi ke Singapura dan terdiagnosis kanker harus membayar mahal. Hal ini tidak lagi terjadi di Singapura. Kalau di Indonesia pakai BPJS,” kata Gufron.

Sebelumnya, Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizky Anugera mengatakan, penurunan aset BPJS Kesehatan sebesar 7,26% (year-on-year) pada Juni 2024 terutama disebabkan oleh penerimaan pencairan instrumen investasi setara kas.

Sedangkan aset DJS Health pada Juni 2024 mengalami penurunan sebesar 16,68% dibandingkan Juni 2023. Penurunan aset DJS disebabkan oleh distribusi sarana investasi setara kas yang digunakan untuk membayar layanan kesehatan.

Sayangnya, Rizki enggan menyebutkan seberapa besar angka tersebut. “Ini dampak dari meningkatnya akses terhadap layanan kesehatan. Hal ini terkait dengan peningkatan kualitas pelayanan BPJS kesehatan serta membaiknya situasi pandemi,” kata Rizky kepada Bisnis.

Rizky menegaskan, aset DJS masih dalam kondisi baik dengan perkiraan pembayaran klaim ke depan adalah 4,36 bulan. Menurut persyaratan peraturan, antara 1,5-6 bulan.

“Pengurangan aset ini tidak mempengaruhi pelayanan yang diterima masyarakat dalam mengakses layanan di fasilitas kesehatan,” tegasnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel.