Bisnis.com, JAKARTA – Permintaan Pemerintah kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait perpanjangan program penguatan restrukturisasi kredit melawan Covid-19 hingga tahun 2025, mendapat banyak informasi, tak terkecuali dari PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. atau Bank BJB (BJBR).

Sekadar informasi, upaya penindakan yang dilakukan pemerintah sejak Maret 2020 akan berakhir pada 31 Maret 2024.  

Menteri Keuangan Airlangga Hartarto mengatakan perluasan rencana restrukturisasi utang tersebut merupakan perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akan diberikan kepada OJK melalui Komite Arus Kas (KSSK).  

Airlangga menjelaskan, tujuannya adalah untuk memperluas insentif tersebut, guna mengurangi permasalahan yang dihadapi perbankan dalam kerugian biaya pembiayaan akibat tingginya angka kredit bermasalah.  

Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi mengatakan, dampak dari sistem bantuan Covid-19 bisa menimbulkan masalah hingga jutaan dolar, terutama di daerah-daerah yang belum membaik pasca penyakit tersebut.

“Iya masuk dalam BJB, selain terkena dampak permasalahan ekonomi yang terjadi pasca penyakit Covid-19,” ujarnya dalam Bisnis, Selasa (25/6/2024).

Namun Yuddy mengatakan perbankan berharap bisa mengumpulkan dana dalam jumlah yang cukup sehingga tidak menimbulkan masalah besar bagi perekonomian dan keuntungan bank. 

Sementara itu, ia melaporkan per April 2024 BJB memiliki rasio NPL sebesar 1,49% dan total rasio risiko sebesar 105,88%.

Dengan cadangan yang memadai, hingga Maret 2024, rasio non-performing bruto (NPL) BJB tercatat sebesar 1,46% dari sebelumnya 1,21%. Saat ini NPL sebesar 0,85% dari sebelumnya 0,53%. 

Di sisi lain, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, dalam pengambilan keputusan pembatalan restrukturisasi pinjaman akibat Covid-19, OJK mempertimbangkan fakta yang terjadi. 

OJK juga akan mengkaji rekomendasi pemerintah mengenai perpanjangan restrukturisasi pinjaman Covid-19. 

“Jadi kami melakukan peninjauan, semua terkait dengan apa yang terjadi di bulan Maret, krisis restrukturisasi utang, dan isu yang diangkat [memperluas restrukturisasi utang Covid-19],” ujarnya. 

Bisnis mencatat utang yang direstrukturisasi pada April 2024 sebesar Rp 207,40 juta, turun dibandingkan bulan sebelumnya Rp 228,03 juta. Bahkan, pada tahun ini angkanya mengalami penurunan dari sebelumnya Rp 386,03 juta.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel