Bisnis.com, JAKARTA – Wanita berisiko lebih tinggi meninggal akibat penyakit jantung.
Ternyata perbedaan genetik ini tidak hanya mempengaruhi organ seks dan jenis kelamin yang ditentukan saat lahir, namun secara mendasar mengubah cara penyakit kardiovaskular berkembang dan terjadi.
Meskipun gender mempengaruhi mekanisme di balik perkembangan penyakit kardiovaskular, gender berperan dalam cara profesional kesehatan mengenali dan menangani penyakit ini.
Berdasarkan ilmu kehidupan, seks mengacu pada karakteristik biologis seperti genetika, hormon, anatomi, dan fisiologi, sedangkan gender mengacu pada konstruksi sosial, psikologis, dan budaya. Wanita lebih mungkin meninggal setelah serangan jantung atau stroke pertama dibandingkan pria.
Wanita juga lebih mungkin mengalami gejala serangan jantung tambahan atau berbeda selain nyeri dada, seperti mual, nyeri rahang, pusing, dan kelelahan. Seringkali sulit untuk menguraikan sepenuhnya pengaruh gender terhadap dampak penyakit kardiovaskular dibandingkan dengan pengaruh jenis kelamin.
Meskipun wanita pramenopause memiliki risiko lebih rendah terkena penyakit kardiovaskular dibandingkan pria, risiko kardiovaskular mereka meningkat secara dramatis setelah menopause.
Selain itu, jika seorang wanita menderita diabetes tipe 2, risiko serangan jantungnya meningkat dibandingkan pria, meskipun wanita penderita diabetes tersebut belum mengalami menopause. Data tambahan diperlukan untuk lebih memahami perbedaan risiko penyakit kardiovaskular antara pasien non-biner dan transgender.
Terlepas dari perbedaan-perbedaan ini, ada satu hal yang sama: serangan jantung, stroke, dan bentuk penyakit kardiovaskular lainnya adalah penyebab utama kematian bagi semua orang, tanpa memandang jenis kelamin atau jenis kelamin.
Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan VA Channel