Bisnis.com, Jakarta – Satelit orbit bawah Starlink milik Elon Musk tercatat memiliki rata-rata pendapatan bulanan per pelanggan (ARPU) lebih tinggi dibandingkan operator seluler dan fixed broadband atau operator internet rumah pada Juni 2024.

Ketiga layanan ini sama-sama melayani pelanggan retail, namun dari segi biaya hak penggunaan frekuensi Starlink tergolong ringan. 

Berdasarkan data yang diperoleh Bisnis Indonesia dari Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Indonesia (ATSI), diketahui Starlink menghasilkan ARPU sebesar Rp 2 juta – Rp 3 juta per bulan. 

Starlink menawarkan harga layanan Internet mulai dari Rp750.000/bulan hingga Rp4,3 juta/bulan untuk sektor residensial dan bisnis. 

Sedangkan pemain fixed broadband seperti Indihome, Biznet, Oxygen dan lainnya memiliki ARPU sekitar Rp300.000 per bulan dan harga layanan sekitar Rp300.000 untuk 50 Mbps. 

Operator seluler seperti Telkomsel, Indosat, XL Axiata dan SmartFran memiliki ARPU gabungan sebesar Rp30.000 – Rp40.000 per bulan. Operator memberikan layanan internet kepada pelanggan dengan tarif sekitar Rp 7.000/GB. 

Tergantung ARPU yang dicapai, kecepatan internet yang tersedia pun berbeda-beda. Saat ini Starlink mampu menyediakan internet dengan kecepatan download hingga 100 Mbps dan kecepatan upload 15 Mbps.

Sedangkan telepon seluler berkisar 24,65 Mbps (download) dan 13,53 Mbps (upload). Fixed broadband sekitar 28,28 Mbps (download) dan 16,5 Mbps (upload).

Terkait tarif hak pakai (BHP), meski sama-sama melayani pelanggan ritel, pemerintah menerapkan kebijakan berbeda. Operator seluler dikenakan BHP berdasarkan perhitungan IPFR atau izin pita frekuensi radio. 

Sebab, frekuensi yang digunakan operator seluler merupakan frekuensi eksklusif suatu operator (dedicated). Alhasil, biaya yang dikeluarkan operator mencapai triliunan rupee.

Sedangkan Starlink melakukan pembayaran dengan metode Izin Stasiun Radio (ISR). Pita frekuensi dibagikan dengan pemutar satelit lainnya. Alhasil, biayanya pun murah, hanya miliaran rupee. 

ATSI berharap pemerintah mengubah Starlink dari ISR ​​menjadi IPFR agar ada persaingan yang seimbang di industri telekomunikasi, mengingat keduanya melayani pasar ritel. ATSI juga mengharapkan Starlink untuk memperoleh NOC, PNBP akan mendapat perlakuan yang sama dengan operator seluler. , layanan purna jual dan banyak lagi. 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel