Bisnis.com, JAKARTA — Penundaan lelang frekuensi 700 MHz dan 26 GHz hingga awal tahun 2025 diyakini akan berdampak kurang optimal terhadap layanan jaringan 5G di Indonesia.

Heru Sutadi, CEO Indonesia ICT Institute, menjelaskan kebutuhan frekuensi menjadi kebutuhan untuk mengembangkan jaringan 5G di Tanah Air.

“Penundaan tersebut tentunya berdampak pada optimalnya penyediaan layanan 5G di Indonesia, karena kebutuhan frekuensi merupakan suatu kebutuhan ketika kita ingin mengembangkan atau mengadopsi 5G dalam skala yang lebih besar,” kata Heru kepada Bisnis, Kamis (9/12/2024).

Sebab menurut Heru kebutuhan frekuensi yang digunakan untuk 5G lebih tinggi, bahkan bisa mencapai 100 MHz, sehingga jaringan 5G lebih optimal. Heru juga melihat saat ini belum ada operator seluler yang memiliki frekuensi setinggi itu.

– Pemerintah perlu sedikit menurunkan egonya, karena bagaimanapun juga industri telekomunikasi sudah berubah, ujarnya.

Selain itu, lanjut Heru, bisnis operator telekomunikasi juga mengalami penurunan. Jadi Heru mengatakan operator telekomunikasi seharusnya tidak lagi mengeluarkan biaya untuk frekuensi.

“Kalau misalnya lelang yang seharusnya berlangsung pada 2024 ini ditunda, maka ditunda, ujung-ujungnya penerimaan negara tidak ada dan kontribusinya tidak maksimal,” jelasnya.

Dalam catatan Bisnis, penundaan lelang frekuensi ini bukan kali pertama dilaporkan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Lelang frekuensi 700 MHz dan 26 GHz awalnya akan dilakukan pada tahun ini, meski rencananya masih tertunda. Namun seiring berjalannya waktu, lelang frekuensi tersebut ditunda hingga awal tahun depan.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika Ismail mengatakan Kementerian Komunikasi dan Informatika pada dasarnya siap menggelar lelang frekuensi 700 MHz dan 26 GHz pada tahun ini. . Namun pihak operator melayangkan surat menuntut agar kedua spektrum tersebut dilelang secara bersamaan pada frekuensi 2,6 GHz.

Mengutip kalkulasi operator seluler, Ismail mengatakan dengan tiga spektrum frekuensi yang digunakan secara bersamaan yakni 700 MHz, 2600 MHz, dan 26 GHz maka nilai keekonomiannya akan lebih baik.

“Sesuai jadwal, pita 2,6 GHz (2600 MHz) akan berakhir pada akhir tahun, sehingga bisa kita lelang pada awal tahun 2025. Harapan kita pada kuartal I tahun 2025. “Lelangnya akan menggabungkan 700 MHz, 2,6 GHz dan 26 GHz,” kata Ismail di Jakarta, Kamis (9/12/2024).

Dalam lelang tersebut, jelas Ismail, pemerintah akan memberikan insentif yang saat ini masih digarap bersama Kementerian Keuangan dan operator seluler.

Dari sisi dasar lelang frekuensi, Kementerian Komunikasi dan Informatika akan menghitung berdasarkan perhitungan harga. Kemudian akan diajukan kebijakan yang memudahkan operator dalam melakukan pembayaran spektrum.

Dia menjelaskan, skema kebijakan yang diambil bukan dengan menurunkan harga frekuensi, melainkan memberikan kebijakan yang bisa memberikan insentif agar beban operator tidak tinggi di awal lelang.

“Bisa dicicil, bisa diubah jangka waktu pembayarannya dan lain sebagainya, sehingga arus kas untuk pembangunannya bisa kita jaga. Jadi, kita tidak hanya berharap mendapat uang di muka, tapi pembangunannya lambat,” dia menjelaskan.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel