Bisnis.com, JAKARTA – Penjualan eceran Surat Berharga Negara Seri Saham Ritel (SBN) SBR013 mencapai Rp 17,28 triliun untuk kedua seri tersebut hingga akhir penawaran besok, Kamis (4/7/2024). Masa penawaran berlangsung mulai 10 Juni hingga 4 Juli 2024, dan penyewa jangka pendek SBR013 kerap diminati investor.

Seperti diketahui, DJPPR Kementerian Keuangan meluncurkan obligasi SBR013 dengan dua tenor, yakni SBR013-T2 berdurasi 2 tahun dengan kupon 6,45%, dan SBR013-T4 berdurasi 4 tahun dengan kupon 6,60%. setiap tahun.

Berdasarkan data salah satu mitra distribusi Kementerian Keuangan, PT Bareksa Marketplace Indonesia hingga Selasa (2/7/2024) pukul 23.43 WIB, SBR013 nampaknya laris manis di mata investor hingga mencapai Rp 17,28 triliun untuk kedua seri tersebut.

Di sisi lain, sebagian besar penjualan tersebut ditangani oleh penyewa dua tahun SBR013-T2 yang terjual sekitar Rp 12,89 triliun.

Berikutnya SBR013-T4 dengan sewa empat tahun dijual sekitar Rp 4,38 triliun. Artinya, data tersebut mencerminkan short-selling SBR dua tahun sangat populer di kalangan investor.

Sedangkan sehari sebelum masa kontrak SBR013, sisa kuota pemesanan SBR013 sekitar Rp 2,70 triliun. Sisa kuota terbagi menjadi dua, yakni kuota penerbitan SBR013-T2 sebesar Rp1,10 triliun, dan kuota tersedia SBR013-T4 sebesar Rp1,61 triliun.

Sebelumnya, Direktur Penjaminan Utang DJPPR Kementerian Keuangan Deni Ridwan mengatakan, untuk SBR013 pertama, pemerintah mematok target awal sebesar Rp15 triliun. Namun jika animo masyarakat tinggi, tidak menutup kemungkinan pemerintah akan menambah kuota SBR013.

“Animo masyarakat juga akan kita perhatikan. Kalau peminatnya banyak, kita ada tambahan alokasi untuk menambah Rp 20 triliun. Jadi mungkin targetnya antara Rp 15 triliun-Rp 20 triliun,” kata Deni kepada wartawan. Upacara pembukaan SBR013 di Jakarta, Senin (10/6/2024).

Namun, ia juga membeberkan tantangan dalam memproduksi SBN retail. Misalnya saja dalam isu internasional, Kementerian Keuangan memberikan perhatian khusus terhadap kemungkinan terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi global yang dapat mempengaruhi kapasitas investasi masyarakat.

“Karena akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi beberapa negara termasuk Indonesia, walaupun perekonomian Indonesia diperkirakan masih akan meningkat sebesar 5% namun sebenarnya hal ini yang harus kita perhatikan, penurunan perekonomian itu akan mempengaruhi alokasi investasi di negara tersebut. rakyat.” kata Deni.

Sejauh ini Bank Sentral AS (Federal Reserve) masih mempertahankan suku bunganya pada level 5,25%-5,5% untuk pertemuan FOMC Juni 2024. Di sisi lain, suku bunga Bank Indonesia (BI) saat ini berada pada level tersebut. sebesar 6,25% sebelum rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 19-20 Juni 2024.

Kupon SBR013 bersifat floating floor, artinya jika suku bunga acuan BI naik maka kupon SBR013 berpotensi naik juga. Sebaliknya, jika suku bunga BI turun, kupon SBR013 tidak akan turun di bawah ambang batas minimum.

Chief Investment Officer Sinarmas AM Domingus Sinarta Ginting mengatakan, sifat dasar kupon yang bervariasi membuat SBR013 lebih kompetitif dibandingkan bunga deposito bank yang berfluktuasi sekitar 5,22%.

“SBR013 menawarkan return yang tinggi dan menarik investor untuk mencari alternatif investasi dengan risiko lebih rendah dan return lebih baik dibandingkan saham,” kata Domingus kepada Bisnis.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan Channel WA