Bisnis.com, JAKARTA – Penipuan investasi palsu kembali merebak. Kali ini penipu menggunakan aplikasi Telegram dan mengatasnamakan Rivan Kurniawan, pakar pasar modal sekaligus Direktur PT Indovesta Utama Mandiri.

Rivan mengatakan, dalam 2-3 bulan terakhir banyak bermunculan penipuan investasi yang mengandalkan dana atas namanya. Penipu memalsukan identitas Rivan dan memikat korbannya dengan menawarkan keuntungan investasi langsung.

Awalnya, komplotan penipu akan mengundang banyak orang ke grup palsu menggunakan bot Telegram. Setelah itu, korban akan dikirimi pesan pribadi dan diyakinkan untuk berpartisipasi dalam deposit.

Caranya, minta dana dan janjikan keuntungan langsung. Misalnya deposit Rp 1 juta janji jadi Rp 25 juta dalam waktu 3-6 jam, ujarnya saat ditemui Bisnis di Jakarta, Selasa (8/10/2024). .

Berdasarkan penelusuran Bisnis di aplikasi Telegram, banyak akun yang menggunakan nama Rivan Kurniawan sebagai forum penipuan, seperti Akun Resmi Rivan Kurniawan, Rivan Kurniawan Trading, Rivan Kurniawan Investor dan nama lainnya.

Penipu menggunakan gambar profil, video, testimonial, akun palsu, dan bukti transfer untuk membuat akun terlihat resmi. Padahal, semua data tersebut merupakan hasil suntingan atau editan yang menjual nama Rivan Kurniawan.

Selain itu, di Telegram, penipu juga menggunakan testimoni dan percakapan palsu, baik dalam bentuk chat maupun video. Hal ini seolah menandakan bahwa anggota mendapat alokasi keuntungan yang besar dari investasi.

Jika calon korban terlihat mencurigakan, penipu tak segan-segan menunjukkan KTP palsu dengan menggunakan identitas Rivan Kurnyavan dan izin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) palsu untuk meyakinkan korban.

“Penipuan ini melibatkan beberapa akun Telegram dan rekening bank yang terus berubah sehingga semakin sulit dilacak. Jumlah pemegang rekening juga terus bertambah, sehingga penipu berpura-pura menjadi rekening kelompok atau bendahara mereka,” kata Rivan.

Inilah sebabnya mengapa para korban seringkali tergiur dengan janji keuntungan yang cepat. Mereka awalnya menginvestasikan dana, kemudian setelah 3-6 jam penipu memberi tahu korban bahwa dia memenangkan perdagangan.

Korban harus membayar biaya tambahan atau fee sebesar 20% dari keuntungan yang dijanjikan. Misalnya, korban keuntungan 25 juta AMD diminta membayar 5 juta AMD dengan alasan agar keuntungannya bisa dialokasikan.

Tak berhenti disitu, menurut Rivan, pelaku akan meminta korbannya mengirimkan uang dalam jumlah yang lebih besar, misalnya Rp 10 hingga 25 juta, untuk mendapatkan beberapa surat, seperti izin OJK, dengan biaya tambahan.

“Jika tidak membayar, pelaku mengancam tidak akan mengembalikan uang investasi. Proses ini terus berlanjut hingga korban menyadari dirinya ditipu dan uangnya habis, kata Rivan.

Menurut dia, sebagian besar korban tertipu adalah masyarakat yang berasal dari daerah yang akses informasi dan literasi keuangannya rendah. Beberapa korban bahkan berani menggunakan pinjaman online atau pinjol untuk bergabung dengan rezim penipuan tersebut.

Akibat rendahnya literasi keuangan, korban cenderung mudah percaya pada metode penipuan. Sadar menjadi sasaran penipuan, para korban hanya mengetahui informasi tentang Rivan Kurnyavan yang sebenarnya.

Rivan mengatakan, kejadian tersebut telah dilaporkan ke OJK, kepolisian, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Cominfo), dan perbankan. Dia juga melaporkan akun palsu di Telegram, melalui fitur akun palsu aplikasi, @notoscam, atau melalui email di [email protected].

Namun, hingga saat ini masih banyak akun Telegram palsu yang belum ditutup. Rivan mengatakan, aplikasi Telegram bisa menjadi aplikasi yang sangat berbahaya karena pesan seperti itu sangat lambat direspon oleh Telegram.

Rivan selalu mengimbau masyarakat mewaspadai cara-cara penipuan dalam menginvestasikan dana atas namanya di Telegram. Ia pun menegaskan belum menerima setoran dana Telegram, apalagi dengan janji keuntungan cepat.

Ia berharap masyarakat dapat melapor ke polisi dan perbankan jika merasa menjadi korban penipuan investasi yang mengatasnamakan dirinya, tidak mempercayai investasi untuk keuntungan instan, dan melaporkan akun Telegram palsu. 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel