Bisnis.com, JAKARTA – Operator kelapa sawit (DMO) bereaksi terhadap kebijakan minyak nabati terbaru.

Di sisi lain, Kementerian Perdagangan menerbitkan peraturan DMO terbaru tentang minyak goreng No. 18 Tahun 2024 sebagai bagian dari perubahan Undang-Undang Kementerian Perdagangan No. 

Dalam rangka itu, Kementerian Perdagangan menurunkan tarif DMO bulanan menjadi 250.000 ton dari sebelumnya 300.000 ton. Selain itu, Kementerian Perdagangan juga memberikan insentif lebih lanjut berupa peningkatan hak ekspor dengan syarat di bidang distribusi, pengemasan, dan partisipasi perusahaan pangan masyarakat.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono berpendapat bahwa penurunan tingkat DMO bulanan menjadi 250.000 ton adalah hal yang paling tepat.

Di sisi lain, Kementerian Perdagangan mencatat rata-rata kebutuhan setiap rumah tangga berkisar 257.000 ton per bulan.

Target DMO sebesar 250.000 ton per bulan dinilai dapat memenuhi konsumsi rumah tangga jika konsumennya berjumlah 281,6 juta dan jumlah penduduk 1.016 liter per bulan.

“Penurunan [DMO] itu sebenarnya cukup 250.000 ton,” kata Eddy saat diwawancara, Selasa (20/08/2024).

Eddy juga menilai tambahan insentif yang diberikan otoritas kepada produsen dan distributor DMO sudah cukup. Menurut dia, sebaiknya dilakukan peningkatan hak ekspor yang ada saat ini sebesar 1:4 dengan meningkatkan tambahan hak ekspor berdasarkan wilayah distribusi dan pengemasan untuk mendorong produsen melakukan DMO.

Insentif yang lebih besar seharusnya diberikan secara otomatis kepada produsen yang mendistribusikan DMO MinyaKita di daerah terpencil.

“Kalau ke daerah sulit kenaikannya [hak ekspor] harus lebih tinggi karena biaya angkutnya lebih mahal. Saat ini [kebijakan DMO] sudah tepat,” ujarnya.

Rinciannya, Kemendag telah membantu dengan insentif resmi, termasuk produsen yang mendistribusikan MinyaKita di wilayah Aceh, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo akan mendapat . peningkatan lebih lanjut hak ekspor 1, 3 kali. 

Selain itu, pendistribusian DMO MinyaKita di Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Bengkulu dan NTB serta Kalimantan Utara mendapat tambahan insentif kenaikan hak ekspor sebesar 1,5 kali lipat.

Sementara itu, pendistribusian MinyaKita ke Maluku, Maluku Utara, Papua mendapat kenaikan hak ekspor sebesar 1,65 kali lipat. Insentif tambahan diberikan kepada produsen yang mendistribusikan MinyaKita dalam kemasan bantal dengan kenaikan 2 kali lipat, dan botol atau pouch vertikal dengan kenaikan 2,25 kali lipat.

Dalam aturan terbaru, produsen yang mendistribusikan MinyaKita melalui BUMN yakni Bulog dan ID Food akan mendapat tambahan kenaikan ekspor sebesar 1,2 kali lipat.

Dalam aturan terakhir, Kementerian Perdagangan menaikkan HET MinyaKita dari sebelumnya Rp14.000 per liter menjadi $15.700 per liter. DMO hanya akan dikenal sebagai MinyaKita, namun minyak curah dan minyak sawit (CPO) tidak lagi dianggap sebagai bagian dari DMO.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel