Bisnis.com, Jakarta –  Para pelaku usaha meminta pemerintah berhati-hati dalam mempertimbangkan rekomendasi Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) terkait penerapan pilar 1 angka B terkait harga transaksi.

Suryadi Sasmita, Wakil Direktur Keuangan dan Kebijakan Publik Perdagangan dan Industri Indonesia (Katin), mengatakan masih terdapat tantangan dalam penerapan transfer pricing untuk menutup kesenjangan penghindaran pajak. 

Dia menjelaskan, otoritas pajak masih mengalami kesulitan dalam melakukan administrasi perpajakan terkait transfer pricing. Sedangkan dari sisi wajib pajak dinilai mempunyai beban kepatuhan yang tinggi.

Kendati demikian, Suryadi sepakat unsur transfer pricing pada Pilar 1 Angka B akan mendorong penyederhanaan administrasi transfer pricing dan mengurangi biaya kepatuhan wajib pajak. Namun di sisi lain, Indonesia telah memiliki Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 172 Tahun 2023 yang memuat aturan transfer pricing mengenai penerapan prinsip kewajaran dan sifat komersial dalam transaksi yang dipengaruhi oleh keadaan khusus.

Suryadi kepada Bisnis.com seperti dikutip, Minggu (21/6/2024), “Dunia usaha senantiasa mendukung peningkatan efisiensi dan efektivitas dalam penerapan prinsip integritas dan perilaku usaha [PKKU].

Suryadi mengatakan, dalam upaya mendekatkan keanggotaan Indonesia di OECD, diperlukan kebijakan kajian yang mendalam dan kehati-hatian untuk mempertimbangkan dan menyesuaikan kebijakan terkait transfer pricing. Pertimbangan khusus harus diberikan pada apakah Indonesia termasuk dalam daftar kapasitas atau yurisdiksi rendah. Pasalnya, kata dia, sering terjadi perbedaan pendapat dari sisi administrasi mengenai transfer pricing item pada pilar 1 jumlah B dan beban kepatuhan antara fiskus dan wajib pajak.

Kategorisasi ini akan menentukan urgensi Indonesia menerapkan Pilar 1 angka B transfer pricing, ujarnya.

Sementara itu, Direktur Perdagangan dan Industri DKI Jakarta Diana Dewey mengatakan jika aturan Pilar 1 Skala B tidak diterapkan, OECD mungkin menganggap Indonesia masih belum memaksakan keanggotaan. Untuk Indonesia, PMK no. Ia mengatakan, masih ada peluang untuk menerapkan 172/2023 atau melakukan harmonisasi aturan dengan Pilar 1 ukuran B, dengan mempertimbangkan kondisi dalam negeri.

“Aksesi Indonesia ke OECD tidak terkait dengan komitmen pelaksanaan agenda perpajakan yang disampaikan OECD,” kata Diana.

Diana juga menyarankan agar pemerintah segera menyelidiki ketersediaan produk baru dari OECD seharga tiga dolar. Jangan sampai desain sistem garis yang semula dianggap sederhana, justru menimbulkan kerumitan pada mata pelajaran lain.

“Saya menilai implementasi pilar 1 level B masih sulit diprediksi,” ujarnya.

Berdasarkan catatan Bisnis.com, Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada Selasa (18/6/2024) merekomendasikan penerapan aturan baru Pilar 1 Skala B International Tax Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) di Indonesia.  

Ketentuan tersebut mengatur tentang penyederhanaan kebijakan transfer pricing untuk menutup celah penghindaran pajak, khususnya yang dilakukan oleh perusahaan multinasional. 

Dalam laporan terbarunya yang diterbitkan Senin (17/6/2024), OECD akhirnya menambahkan ketentuan administratif yang memperjelas definisi yurisdiksi yang memenuhi syarat dalam pengertian Pasal 5.2 (Pemeriksaan silang biaya operasional) dan Pasal 5.3 (Metode ketersediaan data ).  Indonesia termasuk dalam daftar negara/yurisdiksi yang memenuhi persyaratan biaya kegiatan validasi silang. 

Pemeriksaan silang terhadap biaya operasional digunakan sebagai lindung nilai terhadap penggunaan laba bersih dalam indikator penjualan. Mekanisme ini mengatur penerapan tingkat ambang batas standar dan tingkat ambang batas alternatif, tingkat ambang batas alternatif yang terakhir berlaku jika pihak yang diuji berada dalam yurisdiksi yang memenuhi syarat. 

Secara umum, Pilar 1 Jumlah B memberikan panduan yang dirancang untuk menyederhanakan penerapan aturan transfer pricing dalam kaitannya dengan kegiatan dasar pemasaran dan distribusi, meringankan beban administrasi, mengurangi biaya kepatuhan dan meningkatkan kepastian pajak bagi administrasi perpajakan dan wajib pajak. Pasalnya, sengketa transfer pricing menjadi tantangan bagi administrasi perpajakan dan menurunkan kepatuhan wajib pajak. 

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel