Bisnis.com, JAKARTA – Kontroversi Program Perumahan Negara (Tapera) kian menguat setelah pengusaha dan pekerja menolak menerapkan kebijakan tersebut.
Pelaku usaha justru mengancam akan melakukan peninjauan kembali terhadap peraturan Taper di pengadilan. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta V. Kamdani mengatakan uji materi akan menjadi upaya terakhir pihaknya jika tidak ada kesepakatan bersama dengan pemerintah mengenai kebijakan Tapera.
“Kalau memang tidak ada kesepakatan dengan pemerintah, akhirnya harus ada penyidikan secara yudisial, yang akan kita coba dulu,” kata Shinta dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (31 Mei 2024).
Shinta menjelaskan, UU Nomor 26 akan diuji materil. Jika keputusan Nomor 4 Tahun 2026 tentang Dana Perumahan Negara rencananya akan diajukan ke Mahkamah Konstitusi (CC), maka keputusan pemerintah atau PP No. 21/2024 akan diajukan ke Mahkamah Agung (MA).
Shinta mengatakan, pihaknya sempat keberatan dengan Taper. Sebab, pemberi kerja atau perusahaan harus membayar 0,5% dari total 3% tabungan karyawan Taper.
Menurut dia, saat ini beban pajak bagi pengusaha sebesar 18,24 persen menjadi 19,75 persen, yang meliputi asuransi sosial, JHT, asuransi kematian, kecelakaan industri, pensiun, asuransi sosial ‘urta dan lain-lain. Oleh karena itu, kontribusi tambahan Taper membuat bisnis semakin sulit.
“Jumlahnya yang sekarang, jadi kalau ditambah lagi misalnya pasti menambah beban,” ujarnya.
Menurut Shinta, penerapan program Tapera tidak relevan dari sisi daya beli dan permintaan pasar yang saat ini sedang dalam tahap pemulihan.
Di sisi lain, Shinta menekankan konsep Taper yaitu dana, sehingga harus bersifat sukarela, bukan wajib. Selain itu, menurut Shinto, pemerintah harus bisa mengoptimalkan penggunaan iuran jaminan sosial yang dibayarkan pekerja.
Shinta menjelaskan, BPJS Ketenagakerjaan memiliki slot Jaminan Hari Tua (JHT) yang mana 30 persen dananya bisa digunakan untuk Pelayanan Tambahan (MLT), termasuk perumahan.
Jadi ini sudah berjalan dari BPJS Ketenagakerjaan, program ini sudah berjalan dan jumlahnya juga besar yaitu hampir Rp 136 triliun dari 30% total JHT, ujarnya.
Kalangan buruh pun menyatakan ketidaksenangannya terhadap Taper. Elli Rosita Silaban, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSBSI), mengatakan upah yang diterima buruh belum mampu memenuhi kebutuhannya. Apalagi rata-rata pertumbuhan UMP disebut hanya 3% per tahun.
“Pernahkah pemerintah memikirkan dampaknya, jangan kira kita bisa, bisa dengan mudah dipotong gajinya dan itu wajib. Mungkin bagi pemerintah sangat mudah, tapi sebagian besar pekerja padat karya di berhasil, sangat mengkhawatirkan,” kata Ellie dalam jumpa pers, Jumat (31/05/2024).
Elly menjelaskan, jika mengikuti rata-rata UMP di Pulau Jawa, rata-rata kenaikan upah hanya Rp 60.000, sedangkan dengan aturan Taper, pekerja terpaksa menerima pengurangan upah perumahan sebesar 2,5%.
Bagi pekerja yang UMP di Jakarta sebesar Rp5 juta, potongan iuran Tapera sebesar Rp125.000 per bulan. Sementara itu, Ellie mengaku belum mengetahui kapan penghematan tersebut akan terwujud jika pekerja berusia 20-58 tahun menempati rumah.
“Kapan kita bisa menikmatinya? Kita berkontribusi sampai usia 58 tahun dan di mana rumahnya, di mana tanahnya? Apa gunanya? Bisakah kita mendapat manfaat ketika kita jatuh miskin dengan kontribusi tersebut?” dia berkata. Respon pemerintah
Kepala Kantor Presiden (KSP) Moeldoko menegaskan, program Tapera bagi pekerja swasta tidak akan ditinggalkan. Program ini akan terus berlanjut pada tahun 2027 terlepas dari kelebihan dan kekurangannya.
“Pembayaran tidak akan tertunda. Kerucut terus berlanjut bahkan setelah keputusan Kementerian Keuangan (keputusan menteri) keluar. “Untuk pekerja swasta independen mengikuti Keputusan Menteri Sumber Daya Manusia, peraturan Menteri Sumber Daya Manusia,” kata Moeldoko dalam jumpa pers, Jumat (31/05/2024).
Moeldoko juga menegaskan, program Tapera tidak bersifat iuran dan tidak mengurangi gaji pegawai. Ia mengatakan Tapera memiliki skema tabungan dimana pekerja yang memiliki rumah dapat menarik dananya saat pensiun.
“Jadi saya tegaskan, ini bukan pemotongan gaji atau iuran Tapera, ini Tabungan Tapera. Ini diwajibkan undang-undang. Pemilik rumah akan seperti apa? Mereka harus membangun rumah di akhir usia pensiun. , bisa diambil dengan uang atau pemupukan yang sudah terjadi, “ujarnya.
Sebagai informasi, Kementerian Sumber Daya Manusia (Kemenaker) mencatat terbitnya PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Dana Perumahan Rakyat (Tapera) tidak serta merta menurunkan upah atau gaji pekerja sektor swasta.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial (PHI) dan Perlindungan Sosial Pegawai Indah Anggoro Puteri mengatakan mekanisme pengurangan upah dan gaji bagi pegawai swasta baru akan diterapkan pada tahun 2027 melalui instrumen hukum Peraturan Menteri Sumber Daya Manusia.
Durasinya masih sampai tahun 2027. Oleh karena itu, saya tegaskan bahwa terbitnya PP 21 Tahun 2024 tidak secara langsung mengurangi upah atau gaji pekerja TNI dan Polri non-ASN, kata Indah.
Sementara itu, Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho menjelaskan urgensi penerapan program Tapera bagi pekerja swasta.
Heru mengatakan, penerapan program manfaat Tapera penting dilakukan untuk mengurangi ketimpangan perumahan atau rumah susun unfurnished yang menjangkau 9,95 juta anggota keluarga.
“Ini konsep UU Nomor 4 Tahun 2016. Tadi Kepala Kantor Presiden menyampaikan disparitas kepemilikan rumah sangat tinggi, 9,95 juta keluarga kehilangan tempat tinggal,” kata Pudyo dalam konferensi pers di Kantor Presiden. Kantor, Jakarta, Jumat (31/5/2024).
Pada saat yang sama, kemampuan pemerintah untuk menyediakan perumahan sangat terbatas. Oleh karena itu, kata dia, penerapan Taper dipandang sebagai salah satu cara untuk mengentaskan ketimpangan tersebut.
Selain itu, kewajiban iuran Tapera bagi negara non-ASN hanya dibayarkan oleh pekerja yang penghasilannya di atas upah minimum provinsi atau daerah.
Skema ini dilaksanakan dengan prinsip gotong royong. Kemudian, manfaat tabungan bagi pekerja yang tidak membutuhkan rumah dialihkan menjadi subsidi CPR bagi para tunawisma.
Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel