Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Eksekutif Digital Center for Economic and Legal Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih bertanggung jawab atas 30% pinjaman perbankan dan non-bank yang diberikan kepada UMKM dalam Rancangan POJK saat ini sedang dalam persiapan.

Bhima menilai UMKM memiliki basis finansial yang kuat, meski menghadapi gejolak eksternal. Ia mencontohkan, krisis ekonomi pada tahun 2008 dan 2013 tidak menimbulkan keresahan di kalangan pekerja di masyarakat karena tetap didukung oleh UMKM. 

Jadi regulasi penyaluran kredit UMKM masih diperlukan. Pengambilan kredit perbankan ke UMKM tidak mencapai target, targetnya tidak dihilangkan, kata Bhima kepada Bisnis, Rabu (25/9/2024).

Menurut dia, salah satu solusi yang bisa dilakukan adalah dengan meningkatkan penetrasi dana UMKM dengan menghubungkan lembaga keuangan non-bank seperti fintech peer-to-peer (P2P) lending, simpan pinjam, serta perusahaan keuangan atau lender.

“Sistem transportasi bisa diperluas dengan bantuan perbankan dan OJK karena sektor unbanked juga semakin berkembang,” kata Bhima.

Senada, Chief Financial Officer Celios Nailul Huda juga meminta percepatan pencairan 30% pinjaman bank dan non-bank untuk UMKM. Ia khawatir jika tidak ada investasi yang disetujui untuk sektor UMKM, maka investasinya akan tetap kecil.

Artinya kalau dibubarkan, bank lebih memilih menyalurkan ke perusahaan besar karena keuntungannya tinggi dan risikonya rendah. Ya, harus ada penjelasan dari OJK soal itu, kata Huda.

Sementara itu, berdasarkan pandangan OJK, Kepala Badan Perizinan, Pengawasan Khusus, dan Badan Pengawasan Lembaga Keuangan, Perusahaan Keuangan, Lembaga Keuangan, dan Lembaga Keuangan Lainnya (PMVL) OJK Edi Setijawan membenarkan adanya undang-undang tersebut. tidak – investasi bank dari lembaga keuangan hingga pelaku UMKM tidak akan berkurang.

“Untuk LJK PVML tidak ada masalah. Karena biasanya UMKM lah yang paling menginginkannya,” kata Edi.

Berdasarkan data OJK, pendapatan UMKM dari perusahaan pembiayaan sebenarnya mengalami peningkatan hingga Juli 2024. Sebaran perusahaan pembiayaan kelompok usaha UMKM mencapai Rp 182,56 triliun per Juli 2024, meningkat 1,49% year-on-month (mtm) dibandingkan menjadi Rp 179,87 triliun, dan 11,23% year-on-year (y-o-y) dibandingkan Juli 2023 Rp 164,12 triliun.

Meski demikian, terjadi penurunan pembiayaan UMKM melalui pinjaman online, sedangkan outstanding pinjaman kepada UMKM perorangan mencapai Rp15,14 triliun per Juli 2024, turun 9,25% mtm dibandingkan Rp16,68 triliun pada Juni 2024, atau turun 13,02% dibandingkan menjadi Rp 17,41 triliun pada Juli 2023.

Oleh karena itu, untuk meningkatkan porsi pembiayaan kepada UMKM dari perusahaan non perbankan, Edi mengatakan pihaknya terus mendorong perusahaan untuk meningkatkan pembiayaannya.

Selain itu, kami merekomendasikan penguatan sumber daya manusia, TI dan penguatan manajemen risiko, termasuk edukasi dan keamanan konsumen, ujarnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel