Bisnis.com, JAKARTA – Ericsson, perusahaan penyedia perangkat telekomunikasi, menilai spektrum frekuensi menjadi kendala utama lambatnya penetrasi 5G di Tanah Air. Perusahaan berharap pemerintah merilis spektrum frekuensi baru untuk mendorong pengembangan generasi kelima di Indonesia.
Direktur Ericsson Indonesia Roni Nurmal Darmayusa mengatakan perkembangan 5G di Indonesia belum terlalu besar.
Sedangkan menurut situs Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), menurut data prakiraan operator seluler, dari total wilayah perumahan di Indonesia seluas 46.031,49 km², sekitar 98,51% dilayani oleh jaringan 2G, 5,73% oleh 3G, 97,16% dari jaringan 4G dan 2,90% dari jaringan 5G.
Oleh karena itu, Ronni mengatakan pemerintah harus bergerak cepat melepaskan spektrum tersebut untuk mempercepat pengembangan 5G di Tanah Air.
“Kalau spektrumnya belum ada, belum dirilis, jadi tidak bisa menggunakan 5G,” kata Ronni dalam konferensi pers Hackathon 2024 di Jakarta, Rabu (23/10/2024).
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dikabarkan berencana menggelar tiga lelang spektrum frekuensi sekaligus pada tahun 2025. Pita frekuensi yang akan dijual antara lain 700 MHz, 2,6 GHz, dan 26 GHz.
5G memerlukan bandwidth frekuensi 100 MHz agar dapat berfungsi dengan baik, dan tidak ada satu pun operator seluler di negara ini yang memiliki bandwidth sebesar itu dalam satu pita frekuensi.
Ronni mengatakan jaringan 5G telah diadopsi di seluruh dunia dan ekosistem 5G kini lebih siap dibandingkan beberapa tahun terakhir.
Oleh karena itu, Ronni mendesak pemerintah segera melepas spektrum tersebut agar jaringan 5G di Tanah Air bisa cepat berkembang.
“Kita perlu jalan, kita berharap Komdig bisa secepatnya merilis spektrumnya agar perkembangan 5G di Indonesia bisa dipercepat,” ujarnya.
Tak hanya itu, kata Ronni, saat ini sudah banyak ponsel yang mendukung jaringan 5G dan dibanderol dengan harga murah.
Namun karena belum adanya dukungan jaringan 5G, masyarakat masih cenderung menggunakan layanan 4G untuk mengakses Internet.
“Dan yang kita lihat saat ini banyak ponsel (ponsel) yang mendukung 5G, namun karena jaringan 5G belum tersedia, mereka masih menggunakan layanan 4G saat ini,” kata Ronni.
Laporan Ericsson mengungkapkan bahwa sektor manufaktur merupakan salah satu sektor terpenting dalam agenda transformasi digital Indonesia. Namun transisi menuju Industri 4.0 akan bergantung pada keberhasilan penerapan teknologi baru. 5G menyediakan komunikasi yang andal tanpa kabel yang rumit dan mahal, menjadikan pengaturan pabrik komunikasi dua arah antara mesin dan pekerja dalam konfigurasi modular dan fleksibel.
Implementasi penuh 5G di Indonesia akan mendorong transformasi digital dan Industri 4.0, sehingga menciptakan nilai ekonomi yang signifikan bagi negara.
Berdasarkan studi 5G for Business Ericsson, digitalisasi dengan teknologi 5G akan memberikan pendapatan sebesar 8,49 miliar bagi operator di Indonesia, sektor manufaktur menunjukkan potensi yang besar.
Dengan mengatasi tantangan manufaktur Indonesia dan membuka peluang baru untuk pengembangan dan inovasi, Ericsson Hackathon 2024 akan memainkan peran penting dalam membentuk masa depan manufaktur Indonesia.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel