Bisnis.com, Jakarta — Pendapatan premi industri asuransi jiwa menunjukkan peningkatan pada kuartal I 2024. Total pendapatan premi Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AJI) dari 56 perusahaan asuransi anggotanya mencapai Rp 46 triliun. Jumlah tersebut meningkat sebesar 0,9% pada kuartal I tahun 2024. 

Industri asuransi jiwa menunjukkan peningkatan setelah preminya turun 6,9 persen menjadi Rp 45,60 triliun pada kuartal I 2023. Namun jika dicermati berdasarkan kepemilikan polis, asuransi swasta atau perorangan turun 1,4 persen menjadi Rp 36,90 triliun pada kuartal I 2024. , dari Rp 37,42 triliun pada tahun lalu . 

Tren penurunan ini juga terjadi pada periode yang sama dalam dua tahun terakhir. Pada kuartal I 2022, pendapatan premi berdasarkan polis individual turun 16,7% YoY menjadi Rp 41,56 triliun dari sebelumnya Rp 49,90 triliun.  Kemudian pada kuartal I 2023 kembali mencatatkan penurunan 10% yoy menjadi Rp 37,41 triliun. 

Pengamat Asuransi sekaligus Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi Abitani Taim menyatakan, penurunan premi asuransi individu terkait dengan kontrak investasi (PAYDI) atau produk asuransi unit link. Sedangkan pada kuartal I 2023 turun 16,4% yoy menjadi Rp19,22 triliun dari Rp22,98 triliun. 

Kita tahu ada kendala di asuransi unit link, polis unit link rata-rata bisa Rp 20-30 juta per polis. Sementara masyarakat kini beralih ke asuransi tradisional. Ada beberapa perusahaan asuransi. yang menjual produk terkait Unitnya karena lebih banyak kebutuhan modal dan segala macamnya, karena peraturan yang ketat. 

Abitani menambahkan bahwa asuransi tradisional membutuhkan biaya 5 juta birr hanya untuk satu polis. Artinya, jika satu unit unit terkoneksi dikurangi satu, maka harga yang diturunkan bisa mencapai Rp 20-30 juta. Sedangkan jika tiga polis asuransi tradisional hilang, angka tersebut masih belum menutupinya. Jadi kalau dilihat dari besaran premi yang diterima akan berkurang. 

“Kalau dilihat dari uangnya memang lebih sedikit karena lebih murah, tapi kita belum lihat pendapatan asuransinya naik atau turun. “Jika angka polisnya lebih baik dibandingkan tahun lalu, maka penetrasi asuransi jiwa akan terus baik,” ujarnya.

Sedangkan dari data AAJI triwulan I tahun 2024, jumlah masyarakat yang terasuransi asuransi jiwa mencapai 81,76 juta orang, turun 6,6% dibandingkan triwulan I tahun 2023 yang mencapai 87,54 juta orang. Secara rinci, jumlah individu yang terasuransi turun tajam sebesar 33,8% menjadi 19,68 juta orang dari sebelumnya 29,74 juta orang. Sementara itu, kelompok dengan total perlindungan asuransi mendominasi dengan total pendapatan tertanggung mencapai 62,08 juta orang, meningkat 7,4% dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah 57,80 juta orang.

Di sisi lain, premi asuransi grup juga menunjukkan tren positif, meski pendapatan premi berdasarkan polis grup turun 1,6% yoy pada kuartal I 2022 menjadi Rp7,43 triliun dibandingkan tahun lalu Rp7,55 triliun. Namun menunjukkan perbaikan pada kuartal I 2023 yang meningkat 10,3% yoy menjadi Rp 8,19 triliun. Pada kuartal I-2024, pendapatan premi polis asuransi grup juga meningkat 11,3% yoy menjadi Rp9,10 triliun dari Rp8,18 triliun pada kuartal I-2023. 

“Kalau keduanya (premi individu dan asuransi komprehensif individu) turun, berarti selain perubahan unit terkait tradisi, masih ada masalah kepercayaan masyarakat yang masih berdampak pada persoalan yang belum terselesaikan,” ujarnya. 

Sementara itu, Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu mengatakan, besaran premi individu yang dibayarkan kepada industri asuransi jiwa pada kuartal I 2024 turun 1,4 persen dibandingkan kuartal I 2023. Namun, ia melihat hal positif ketika pendapatan premi tradisional meningkat sebesar 18. %. 

“Peningkatan tersebut disebabkan oleh premi untuk perdagangan forward yang meningkat sekitar 3%. Hal ini menunjukkan masih kuatnya minat masyarakat untuk mencari perlindungan finansial terhadap risiko,” ujar Togar Bisnis dalam wawancara, Senin (3/6/2021). 2024). 

Togar mengatakan AAJI optimis dengan prospek kinerja industri asuransi jiwa karena pada akhirnya akan mendorong nasabah yang tidak mengejar keuntungan finansial jangka pendek untuk tetap bertahan di industri tersebut.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan The Watch Channel