Bisnis.com JAKARTA – Pemerintah akan segera menetapkan tarif ekspor atau PE untuk produk kakao dan kelapa.

Hal ini bertepatan dengan perluasan tanggung jawab Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit (BPDPKS) yang akan bertransformasi menjadi Badan Pengelola Dana Pertanian (BPDP) untuk mengelola dana kakao dan minyak kelapa.

Deputi Direktur II (Pangan dan Agribisnis) Kementerian Koordinator Perekonomian Bidang Pembangunan Ekonomi Ibu DeGa Sagadera mengatakan, tarif akan dibahas dalam Rapat Koordinasi Teknis (RACO).

“Kami baru ingin segera membahasnya dalam rapat koordinasi teknis,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (24/10/2024).

Dida menjelaskan, dasar kebijakan yang dibahas setelah Jokowi menjabat adalah perluasan Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Kementerian Keuangan.

Jika BPDPKS saat ini hanya fokus pada kelapa sawit dan bahan mentah, BPDP menargetkan pengelolaan dana dari kakao dan minyak kelapa hingga produk turunannya.

Sedangkan menurut ketentuan Presiden (Perpres) No. 132/2024 Tentang Pengelolaan Dana Perkebunan yang ditandatangani pada 18 Oktober 2024, Kementerian Keuangan menetapkan BPDP.

Kewajiban BPDP dipenuhi paling lambat tiga bulan sejak tanggal diterbitkannya Keputusan Presiden. Artinya, BPD akan dibatasi paling lambat Januari 2025. Hingga saat ini, BPDPKS akan tetap menjalankan tugasnya.

Sementara itu, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddie Abdurrahman menjelaskan, pajak ekspor yang berlaku saat ini disebabkan oleh ekspor biji kakao. Sedangkan hasil kelapa dan turunannya tidak dikenakan pajak BK atau PE.

Rencananya, ke depan pajak ekspor biji kakao akan dialihkan atau diganti dengan pajak ekspor. Eddy tidak merinci alasan dibalik rencana tersebut.

Sekadar informasi, nilai BK biji kakao bervariasi antara 0% hingga 15% tergantung nilai acuan (HR). Pada bulan Oktober 2024, HR biji kakao sebesar 7,581.49 USD/MT dan tingkat DM sebesar 15%.

Lebih lanjut, Eddy menyatakan, saat ini BK atau PE belum termasuk dalam pokok bahasan kelapa dan turunannya. Ia mengatakan, pemerintah akan melakukan kajian terhadap kemungkinan pengenaan bea masuk terhadap ekspor tersebut.

“Saat ini sedang dikaji kemungkinan penerapan bea keluar ekspor kakao dan kelapa,” ujarnya.

Pajak ekspor merupakan salah satu sumber pendapatan pemerintah. Hingga Agustus 2024, Kementerian Keuangan mencatat pendapatan BK mencapai Rp10,9 triliun atau meningkat 59,3% (year-on-year). Terutama didukung oleh tembaga BK. Sedangkan BK dari kelapa sawit mengalami penurunan seiring dengan penurunan rata-rata harga dan volume ekspor.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan Channel WA