Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) telah mengeluarkan dana sebesar Rp 458 miliar hingga Oktober 2024 untuk membayar produsen selisih harga jual atau bagian minyak nabati.

Ahmad Maulizal, Kepala Bagian Korporat BPDPKS, mengatakan hingga Oktober 2024, pembayaran fraksi minyak nabati telah dilakukan kepada 40 dari 49 produsen.

“[Total nilai yang dibayarkan] 458.889.274.982 Rupiah untuk 40 perusahaan,” kata Ahmad Bisnis, Selasa (10/8/2024).

Jadi masih ada 9 perusahaan yang belum dibayar gajinya oleh BPDPK. Ahmad mengatakan, kelengkapan dokumen menjadi penyebab BPDPKS tidak membayarkan pendapatan tersebut kepada sembilan perusahaan.

Sebab, BPDPKS memerlukan kelengkapan dokumen dari pemohon pembuat, khususnya faktur dan faktur pajak, untuk pembayaran.

“Dari segi pembiayaan, tahun ini kami siap mengandalkan seluruh badan usaha yang sudah mengirimkan dokumen pembayaran,” ujarnya.

Catatan Bisnis, pada Februari 2022, awalnya ada 59 produsen minyak nabati yang terdaftar mengikuti program tersebut dengan harga seragam Rp 14.000 per liter.

Namun berdasarkan hasil pemeriksaan Kementerian Perdagangan, hanya 49 produsen yang mengajukan klaim sebagian tagihan. Sebab, sebanyak empat produsen belum mengajukan permohonan non-fraksinasi ke pemerintah dan enam produsen lainnya mencatat nihil di rekeningnya.

Pembayaran fraksi minyak nabati sendiri dilakukan sesuai prosedur standar BPDPKS. Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurahman mengatakan, langkah awal BPDPKS adalah menerima hasil pemeriksaan dari Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Selain itu, produsen yang terdaftar dalam verifikasi klaim sebagian harus menyerahkan dokumen lengkap seperti faktur pajak dan faktur kepada BPDPK.

Setelah urusan administrasi selesai, BPDPKS memberi wewenang kepada bendahara untuk melakukan pembayaran kepada produsen. 

Eddy mengatakan, total klaim fraksi minyak nabati yang terjaring hasil audit Kementerian Perdagangan berjumlah Rp474 miliar. Ia juga memastikan BPDPKS membayar sebagian utangnya langsung ke produsen minyak dan bukan ke pengecer modern. 

“Kami tidak ada hubungannya dengan ritel, kami kontrak dengan produsen,” kata Eddy, Kamis (20 Juni 2024) di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

Untuk berita dan artikel lainnya, kunjungi Google Berita dan WA Channel