Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Indonesia (ATSI) menilai izin nasional yang dimiliki layanan satelit orbit rendah Starlink harus dibatasi, mulai dari bisnis ke konsumen, dan bisnis ke bisnis. 

Sekretaris Jenderal ATSI Marwan Ó Basir mengatakan, izin yang diberikan kepada Starlink secara nasional business-to-consumer (B2C) dengan skema level playing field berpotensi mengancam kelangsungan usaha seluruh bisnis lokal.

“Izin Starlink nasional sebaiknya dibatasi hanya untuk B2B [business to business], sedangkan layanan B2C hanya dapat dialokasikan pada wilayah non-ekonomi di pedesaan dan terpencil,” ujarnya saat berkunjung ke Bisnis Indonesia, Jumat (15/6/ 2024).

Ia mengatakan saat ini masih terdapat kesenjangan biaya layanan yang relatif tinggi antara Starlink dan penyedia telekomunikasi lokal, sehingga ancaman terhadap bisnis masih rendah.

Namun, ATSI menilai Starlink berpotensi melakukan predatory pricing jika tidak dikendalikan. Hal ini juga dapat mengancam bisnis operator telekomunikasi yang ada, mulai dari operator seluler, FTTH, hingga operator menara.

“Jika Starlink melakukan predatory pricing, itu sangat berbahaya sehingga pemerintah harus melindungi industri telekomunikasi nasional,” kata Marwan.

Marwan mengatakan Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) harus mengkaji dampaknya terhadap bisnis Starlink untuk menghindari predatory pricing dan persaingan tidak sehat di masa depan.

“Cominfo juga harus memastikan Starlink memenuhi seluruh persyaratan yaitu BHP frekuensi, BHP telekomunikasi, BHP Uso, NOC [Network Operation Center], gateway dll,” tutupnya.

Dari sisi pelaku industri, emiten infrastruktur telekomunikasi PT Mora Telematics Indonesia Tbk. (Kemenag) atau Moratelindo meminta pemerintah memberikan perlakuan setara antara Starlink dan penyedia layanan internet dalam negeri.

Chief Business Officer Strategi Moratelindo, Ressi I. Bramani, mengatakan Starlink merupakan produk pengganti fiber optik di pelosok Indonesia. Namun, ia menekankan perlunya perlakuan yang sama antara Starlink dan operator dalam negeri.

“Kami juga berupaya mendorong pemerintah agar memperlakukan Starlink dengan perlakuan yang sama seperti ISP atau operator yang ada di Indonesia saat ini,” ujarnya.

—————

Penafian: Berita ini tidak dimaksudkan untuk mendorong pembelian atau penjualan saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas segala kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel