Bisnis.com, JAKARTA – Serangan ransomware di Jaringan Jaringan Data Nasional (PDNS) membuka mata masyarakat terhadap kerentanan keamanan siber di Indonesia. Di sisi bisnis, ada keputusan pemerintah untuk memberikan seluruh fasilitas penyimpanan data kepada pelaku industri.

Berdasarkan informasi terkini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), serangan ransomware Lockbit yang terjadi pekan lalu berdampak pada sekitar 280 instansi pemerintah.

Dampak paling nyata terjadi pada sektor imigrasi yang kemudian membuka lapangan kerja di banyak bandara dan marina. Di antaranya Bandara Soekarno-Hatta di Cengkareng dan I Ngurah Rai di Bali, Juanda di Surabaya, Hang Nadim di Batam, Teluk Batam Center, dan Teluk Nongsa di Kepulauan Riau.

Menanggapi kejadian tersebut, para pelaku pusat data di negara tersebut mengatakan bahwa mereka siap untuk ‘mengambil alih peran pengawasan’ dan menyarankan agar urusan data publik yang dikelola pemerintah diserahkan kepada perusahaan swasta secara mandiri dengan menggunakan alat PDNS. .

Ketua Umum Badan Pengendalian Komputer Indonesia (ACCI) Jenderal Alex Budiyanto mengakui, pelaku industri data center dalam negeri cukup besar untuk mengelola data yang saat ini dikelola pemerintah.

“Kami mendapat cukup informasi dari pemerintah. Beri dia kepercayaan diri. “Spesifikasi layanan yang diharapkan bisa kita diskusikan sehingga bisa memberikan tata kelola dan manajemen risiko yang baik,” kata Alex kepada Bisnis, baru-baru ini.

Singkatnya, lanjutnya, pemerintah sebagai regulator telah menjadi pelanggan layanan penyimpanan data yang dikelola oleh pelaku industri profesional.

Pelaku industri, kata Alex, membuktikan bahwa tata kelola dan manajemen risiko yang baik adalah kunci untuk melindungi data. Secara khusus, informasi publik yang sensitif harus disimpan di pusat data level 4 untuk jangka waktu pemulihan beberapa jam.

Pasca kejadian PDNS, catatan publik yang disimpan di fasilitas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) baru ditemukan seminggu setelah serangan ransomware.

Informasi terkini, Kementerian Komunikasi dan Informatika berencana mengembalikan informasi kepada tenant di 18 Kementerian/Lembaga (K/L) pada akhir Juni 2024. Saat ini, jumlah tenant PDNS dari K/L yang memiliki data tersebut . alternatif. ada 44 otoritas.

Harapannya, acara ini menjadi peringatan bagi Kementerian Komunikasi dan Informatika bahwa mengelola informasi bukanlah hal yang mudah sehingga harus dikembalikan kepada para pelaku usaha. “Kementerian Komunikasi dan Informatika mempunyai peran yang besar sebagai regulator,” kata Alex.

Sekadar informasi, ransomware merupakan malware yang menyerang sistem dan mengunci atau mengenkripsi data yang tersimpan di dalamnya. Peretas menggunakan situasi ini untuk meminta bagian atau tebusan kepada korban jika mereka ingin membuka kunci data terenkripsi.

Malware ini juga memiliki mekanisme serangan yang tidak diketahui sehingga aksinya tidak dapat diprediksi.

Hal ini, jelas Alex, mengharuskan setiap data center memiliki manajemen risiko yang mempertimbangkan berbagai kemungkinan serangan.

Dihubungi terpisah, Presiden Komunitas Pemberdayaan Digital Indonesia (Idiec) M. Tesar Sandikapura mengatakan, pusat data setidaknya harus memenuhi beberapa standar dengan peralatan yang terbatas.

Ini termasuk layanan pencadangan data, kemampuan memulihkan operasi dengan cepat, sistem koneksi antar lokasi pusat data, dan perangkat lunak yang diperbarui secara berkala.

“Dan yang tidak kalah pentingnya, dikelola oleh sumber daya manusia (SDM) yang profesional,” kata Tesar. 

 

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan Channel WA