Bisnis.com, Jakarta – Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) melihat kemajuan signifikan dalam tata kelola industri fintech P2P lending selama dua tahun terakhir.
CEO Aftech Pandu Sjahrir mengatakan peningkatan jumlah pemberi pinjaman ke lembaga P2P lending menandai perbaikan tata kelola di industri P2P lending.
“Mau tidak mau, sekarang alirannya masuk ke institusi. Jadi menurut saya ritel juga yang menjadi tulang punggung, sekarang sudah banyak institusi, uang institusi, baik atau buruk, apakah baik untuk saya? Makin banyak peminatnya,” ujarnya Senin (11/11/2024) di Casablanca Mall saat ditemui Pandu usai acara Bulan Fintech Nasional.
Per September 2024, outstanding pembiayaan industri P2P lending tumbuh sebesar 33,73% year-on-year (y-o-y) menjadi Rp74,48 triliun, dengan pembiayaan yang disalurkan oleh lembaga pemberi pinjaman mendominasi 89,98%, sedangkan pemberi pinjaman individu hanya menyumbang 10,02%.
“Ketika mereka mendatangkan uang institusi, biasanya mereka meminta tata kelola yang lebih baik. Jadi dengan tata kelola yang lebih baik, maka akan ada lebih banyak uang institusi,” kata Pandu.
Menurut Pandu, industri fintech lending P2P saat ini sedang memasuki tahap percobaan dari sisi regulasi. Sebab dengan skema bisnis yang melibatkan dana pihak ketiga, industri P2P lending memerlukan tata kelola yang baik untuk menjaga kepercayaan pasar.
Menurut Pandu, tantangan kedua adalah persoalan literasi keuangan. Menurutnya, setiap penyedia pinjaman P2P harus memberikan perhatian khusus terhadap masalah ini karena tingkat pengembalian pinjaman pada akhirnya akan sangat mempengaruhi keberlangsungan perusahaan pinjaman P2P.
Meski menghadapi berbagai tantangan tersebut, Pandu optimistis potensi komersial industri fintech P2P lending masih menjanjikan.
“Bagus karena sekarang semua sudah berkembang dan pemerintahannya jauh lebih baik dibandingkan dua tahun lalu. Semua sekarang fokus pada sisi kerja sama,” tutupnya.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel