Bisnis.com, JAKARTA – PT PAM Mineral Tbk. (NICL) bertujuan untuk meningkatkan produksi nikel hingga tahun 2024 seiring dengan kenaikan harga global.

Presiden PAM Minerals Ruddy Tjanaka mengatakan tekanan untuk memasok lebih banyak nikel ke Indonesia menyebabkan harga turun tajam. Berdasarkan data Badan Umum Pertambangan dan Batubara, harga nikel pada September 2023 hingga Maret 2024 mengalami penurunan sebesar 23,08%.

Dijelaskannya pada Kamis (30/5/2024) “Tentu saja hal ini berdampak buruk bagi pemasok pengembangan nikel di Indonesia, termasuk tambang PAM”.

PAM Mineral merupakan pemilik tambang nikel konvensional dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang beroperasi di Desa Laroenai, Kecamatan Bungku, Pesisir, Sulawesi Tengah dengan luas 198 Ha.

Sementara anak usaha NICL, PT Indrabakti Mustika (IBM), berhak menambang nikel seluas 576 Ha di Desa Lameruru, Kecamatan Langgikima, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

Pada kuartal I 2024, NICL mencatatkan penjualan sebesar Rp 116,7 miliar, turun 54,98% dibandingkan periode yang sama tahun 2023 sebesar Rp 259,4 miliar. Penurunan ini disebabkan oleh menurunnya produksi nikel karena RKAB Perusahaan (NICL) baru dirilis pada Mei 2024.

Ruddy Tjanaka mengatakan, “Penurunan ini karena konfirmasi RKAB anak perusahaan (IBM) yang baru dikonfirmasi pada akhir Februari sehingga seluruh produk yang tercatat pada kuartal I 2024 baru akan terjual pada Maret.” .

Terkait pasar nikel global, pada triwulan II tahun 2024 situasi geopolitik terutama disebabkan oleh meningkatnya sanksi yang dikenakan Amerika Serikat dan Inggris terhadap Rusia terkait ekspor bahan mentah dan larangan perdagangan nikel. pasar London (LME) dan Mercantile Exchange. (CME).

Selain itu, peristiwa di Kaledonia Baru berdampak pada kinerja perusahaan tambang nikel dengan terhentinya operasi penambangan dan tambang nikel di Australia mengganggu pasar akibat kenaikan harga.

Akibat tren ini, pasokan bijih nikel dunia, terutama di Kaledonia Baru dan Australia, menjadi tidak normal, sehingga diharapkan menjadi alasan yang baik untuk menaikkan harga di industri ini di masa depan.

Hal ini tercermin dari kenaikan harga nikel pada akhir April 2024 yang meningkat 8,76% menjadi US$ 17.424,52 per ton dibandingkan periode Maret 2024 sebesar US$ 16.021,67 per ton.

“Perusahaan meyakini dengan adanya sentimen positif tersebut, dan disetujuinya RKAB pada tahun 2024, NICL akan meningkatkan produksi dan penjualan yang akan berdampak positif pada kinerja keuangan,” imbuhnya.

NICL menargetkan pencapaian penjualan pada akhir tahun 2024 sebesar Rp 1,28 juta dan target laba sebesar Rp 352 miliar. Ia pun yakin dengan industri yang baik maka perseroan bisa mencapai target tersebut. (Fasya Kalak Muhammad)

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan Jaringan WA