Bisnis.com, Jakarta – Pakar teknologi dan informatika (TI) Ridho Rahmadi berspekulasi, teknologi blockchain bisa dimanfaatkan untuk mengelola Pusat Data Nasional (PDN) guna menjamin transparansi.

Blockchain adalah mesin basis data canggih yang memungkinkan berbagi informasi secara transparan di seluruh jaringan bisnis. Basis data blockchain menyimpan data dalam blok-blok yang dihubungkan bersama dalam sebuah rantai.

“Ada alternatif solusinya, bukan satu-satunya solusi, tapi hanya berbicara dalam kerangka PDN, yang kita usulkan adalah teknologi blockchain,” kata Ridho di Jakarta Selatan, Selasa (9/7/2024).

Ridho mengatakan teknologi ini membuat data yang disimpan menjadi lebih transparan. Perubahan operasional datanya juga harus mendapat persetujuan konsorsium. 

Tanpa verifikasi, data yang terdapat dalam blockchain tidak dapat diubah apalagi dikunci. 

“Kalau konsorsium tidak setuju, tidak bisa diubah. Aman sekali,” ujarnya.

Ridho juga mengatakan, data dibackup secara mandiri oleh sistem dan tidak ada alasan untuk tidak melakukan backup data.

“Data yang ada sewaktu-waktu bisa berubah, jadi data yang diubah masih bisa dilihat di versi lama. Jadi sangat transparan,” kata Ridho.

Menurut Ridho, solusi ini lebih murah dibandingkan PDNS yang membutuhkan biaya pemeliharaan Rp700 miliar per tahun atau Rp1,9 miliar per hari. 

“Bisa (biaya) jauh lebih murah. “Juga kalau disimak, anggaran pemeliharaan PDNS triliun, Rp 700 miliar per tahun,” ujarnya. Krisis kepercayaan

Sebelumnya, sebagai penyewa Pusat Data Nasional Sementara (PDNS), lembaga dan organisasi pemerintah dikatakan khawatir tentang penyimpanan data penting mereka di PDNS 2 setelah pelanggaran infrastruktur penting ini. 

Heru Sutadi, Direktur Eksekutif Institut ICT Indonesia, mengatakan dampak serangan ransomware di PDNS 2 akan membuat penyewa ragu.

Ia meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika melakukan “bersih-bersih” dengan mengubah standar operasional, perencanaan, dan pengelolaan sumber daya manusia (SDM) yang mengatur pusat data PDN untuk menjamin keamanan dan memulihkan kepercayaan penyewa yang terbatas terhadap PDN. 

Akibat kejadian ini, para penyewa PDN jadi curiga. Oleh karena itu, harus ada perubahan SOP [standar operasional prosedur], perencanaan, sumber daya manusia, dan lain-lain untuk mengembalikan kepercayaan, kata Heru kepada Bisnis.

FYI, pasca pembobolan PDNS, Kementerian Hukum dan HAM langsung mengalihkan layanan keimigrasiannya ke penyedia private cloud computing. Langkah ini diambil untuk memastikan layanan berfungsi. 

Dalam hal ini, Heru menjelaskan, pemerintah perlu melakukan perubahan dan reformasi dalam pengelolaan pusat. Jika tidak, bisnis data center akan sulit berkembang.

“Memang diperlukan reformasi agar data center lebih mudah diakses oleh masyarakat, pengguna layanan, data center, termasuk data center nasional untuk menyimpan data atau menyediakan aplikasi kepada masyarakat,” jelasnya.

Menurut Heru, banyak penyebab terjadinya kejadian siber, mulai dari sistem keamanan siber yang lemah, adanya pengguna malware atau ransomware, peretas yang terampil, dan tim keamanan data pengelola PDNS 2 Surabaya yang tidak terampil.

Heru juga menyarankan agar perencanaan pembangunan pusat data harus mempertimbangkan mitigasi sejak awal. Misalnya ada PDN primer, PDN cadangan, dan PDN cadangan ke cadangan.

“Manajemen risiko juga harus dipertimbangkan. “Kemudian ketika terjadi kejadian, SOPnya harus jelas, mitigasinya juga harus jelas dan cepat,” jelasnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel