Bisnis.com, JAKARTA – Pengamat telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Muhammad Ridwan Effendi berharap Presiden baru terpilih Prabowo Subianto merevisi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju. 

Ridwan mengatakan undang-undang telekomunikasi saat ini kurang relevan dengan teknologi saat ini.

“Karena sudah banyak lompatan teknologi yang tidak bisa ditangkap oleh undang-undang lama. Jadi struktur perizinannya terlalu berbelit-belit, kata Ridwan dalam Forum Bisnis Seluler, Selasa (8/11/2024).

Ridwan mengatakan amandemen undang-undang telekomunikasi akan mendorong lebih banyak investasi di Indonesia

Peraturan baru ini akan membuat proses perizinan lebih mudah dan tidak rumit dibandingkan undang-undang yang disahkan.

“Saat ini, seperti yang telah dijelaskan tadi, jumlah kotaknya sama banyaknya dengan spesies yang dimiliki. Jadi prosesnya lama, dan tentunya harus diperhatikan pengelolaan dan permodalannya,” ujarnya.

Selain itu, Ridwan menyarankan agar regulator independen seperti Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) yang dibubarkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tahun 2020 juga harus dibentuk kembali.

Ridwan menilai pembentukan lembaga seperti BRTI sangat diperlukan karena persaingan di sektor telekomunikasi akan semakin membaik.

Namun direktur independen tidak ingin berada di bawah kementerian, melainkan langsung di bawah presiden, seperti di negara tetangga.

“Yah, kan ada undang-undang yang baru. Kalau undang-undang yang lama, sulit sekali kita maju seperti ini. Itu pendapat saya,” kata Ridwan.

Berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel Check