Bisnis.com, Jakarta – Pemerintah akan terus mengoptimalkan kebijakan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang dilakukan pelaku usaha, khususnya investasi hilirisasi kelapa sawit yang bernilai tambah tinggi di sektor pangan dan energi baru terbarukan.
Dida Gardera, Deputi Menteri Koordinator II Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Perekonomian RI, mengatakan kawasan ekonomi khusus dapat mempercepat pertumbuhan investasi energi baru terbarukan seperti bioetanol dan biofuel yang memiliki nilai tambah tinggi.
“Padahal KEK ini merupakan kawasan yang sangat istimewa karena memiliki keistimewaan dan manfaat yang diberikan kepada [pelaku usaha] oleh KEK ini sangat luar biasa,” ujarnya dalam seminar ‘Peran Kawasan Ekonomi Khusus dalam Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi’ . Industri Hilir Sawit Bernilai Tambah Tinggi’, dilansir dalam siaran pers, Rabu (6/11/2024).
Dida menyarankan agar hal ini dikaji ulang agar KEK bisa mendorong hilirisasi kelapa sawit karena memiliki berbagai manfaat seperti pembiayaan dan perizinan hingga peningkatan investasi hilir kelapa sawit.
Ketua Dewan Kelapa Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga menekankan pentingnya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) untuk menarik minat investor terhadap industri kelapa sawit. KEK merupakan kebijakan pemerintah yang strategis untuk mendukung pengembangan pusat perekonomian, pembangunan perekonomian nasional, industrialisasi.
Oleh karena itu, kami menilai Dewan Kelapa Sawit bersama Majalah Kelapa Sawit Indonesia harus berupaya memaksimalkan KEK karena terdapat potensi investasi sebesar US$1,600 miliar, kata Sahat.
Nilai investasi berasal dari produk hilir kelapa sawit seperti biolubrikan, emulsifier, oleokimia, glikol, propilena, surfaktan, katalis, dan metanol. Selain itu, lanjut Sahat, Indonesia memiliki keunggulan geografis yang strategis sehingga menjadi lokasi ideal bagi pengembangan industri kelapa sawit.
“Jadi yang kami maksud dengan adanya KEK ini adalah industri-industri Eropa, industri yang ada dimana-mana, bisa pindah ke dalam negeri karena bahan bakunya ada di sini,” kata Sahat.
Sekjen Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Rizal Edwin Manansang menjelaskan, ada empat KEK yang mempunyai operasi besar terkait pengolahan kelapa sawit, yakni KEK Sei Semangke di Sumut, KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan (MTBK) di Kaltim, KEK Sorong di barat daya dan KEK Arun Loksumwe di Kabupaten Aceh.
“Khusus KEK yang mengusung atau mengusung tema industri pengolahan kelapa sawit, sudah terdapat 37 pelaku usaha dengan tambahan investasi Rp 21,9 triliun dan menyerap tenaga kerja sebanyak 6.247 orang,” kata Rizal.
Putu Julie Ardika, Direktur Jenderal Industri Pertanian Kementerian Perindustrian RI, menjelaskan Visi Emas Kelapa Sawit Indonesia 2045 adalah Indonesia menjadi pusat produksi dan konsumsi, sehingga menjadi penentu harga CPO dan turunannya secara global.
Strategi ini diterapkan melalui jalur pengembangan hilir industri kelapa sawit nasional, seperti pangan dan fitonutrien, bahan kimia, bahan bakar cair, dan serat biomassa.
“Pada tahun 2030, targetnya adalah memiliki 250 jenis produk hilir sawit. Pada tahun 2023, jumlah produk hilir sawit mencapai 193 jenis produk, meningkat dari tahun 2010 sebanyak 54 jenis produk,” jelas Putu Julie.
Saat ini, kata Putu Juli, kawasan industri sudah memasuki generasi keempat, yaitu kawasan industri ramah lingkungan, yaitu kumpulan industri yang menghasilkan barang atau jasa dalam suatu kawasan industri yang juga para pelakunya meningkatkan kinerja lingkungan, ekonomi, dan sosial. Karena kemudahan konektivitas dan komunikasi mengurangi dampak lingkungan dan transformasi digital.
Tujuannya adalah untuk menciptakan desain ramah lingkungan untuk infrastruktur, perencanaan dan penerapan konsep produk ramah lingkungan, pencegahan polusi, dan efisiensi energi dalam perusahaan.
Arfi Thahar, Kepala Bidang Program Pelayanan BPDPKS, mengatakan pihaknya mendukung pengembangan kawasan ekonomi khusus yang fokus pada produk hilir kelapa sawit yang bernilai tambah tinggi.
Lebih lanjut dikatakannya, dukungan tersebut diwujudkan BPDPKS melalui program penelitian dan pengembangan yang merupakan salah satu upaya BPDPKS dalam memperkuat, mengembangkan dan meningkatkan pemberdayaan industri perkebunan dan kelapa sawit yang saling berkoordinasi di hulu dan hilir. Membangun industri kelapa sawit nasional yang kuat dan berkelanjutan.
Sejak program ini mulai dilaksanakan pada tahun 2015, program ini telah mendanai 346 perjanjian kerjasama dengan 88 lembaga penelitian dan pengembangan yang melibatkan 1.212 peneliti yang tersebar di 21 provinsi di Indonesia.
Terdapat 60 penelitian di bidang bioenergi, 41 penelitian di bidang biomassa, 30 penelitian di bidang pangan, 65 penelitian di bidang lingkungan hidup, 41 penelitian di bidang pertanian, 19 penelitian di antara 7 bidang penelitian. 77 kajian dalam bidang pascapanen dan sosial ekonomi/teknologi informasi.
Luaran program ini telah mendaftarkan 58 paten, 305 publikasi di jurnal internasional dan nasional, serta mencetak 7 buku.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel