Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menanggapi permintaan fintech peer-to-peer (P2P) pinjaman atau pinjaman online untuk mempertimbangkan penerapan pengurangan keuntungan ekonomi atau bunga pinjaman.

Kepala Departemen Perizinan, Pemeriksaan Khusus dan Pengendalian Mutu Lembaga Keuangan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PMVL) Edi Setijavan mengatakan, pihaknya selalu membuka komunikasi dan mendengarkan aspirasi P2P. industri pinjaman.

Ia mengatakan, berbagai saham industri tersebut selanjutnya akan dikaji oleh OJK sebagai bagian dari upaya OJK mengkaji kebijakan manfaat ekonomi di sektor P2P lending.

“Kemungkinan pengurangan manfaat ekonomi yang maksimal tentunya harus mengacu pada kajian komprehensif yang saat ini dilakukan OJK,” kata Edi kepada Bisnis, Rabu (9/10/2024).

Saat ini, kata dia, OJSC masih mendalami batas maksimal manfaat ekonomi. Dalam kajian mendalam tersebut, OJK mengkaji beberapa aspek antara lain kondisi makroekonomi, indikator industri, dan perlindungan konsumen. 

Edi menegaskan, pada dasarnya OJK selalu mendorong industri P2P lending untuk terus meningkatkan kualitas pengelolaan, kepatuhan, dan manajemen risiko agar dapat menjadi industri yang tangguh dan berkontribusi terhadap perekonomian nasional melalui pembiayaan produktif dan UKM.

Dijelaskannya, indikator bidang ini akan menjadi salah satu acuan dalam pelaksanaan penurunan suku bunga pinjaman online. Namun faktanya OJK masih mencatat, dari 100 penyelenggara P2P, terdapat 19 penyelenggara yang kredit macetnya atau disebut TWP90 lebih besar dari 5%, dan masih ada 16 penyelenggara yang kebutuhan modalnya belum maksimal Rp 7,5 miliar.

“Bagi penyelenggara yang tidak mematuhi ketentuan, OJK akan mengeluarkan surat peringatan dan meminta penyelenggara menyusun rencana aksi untuk meningkatkan kualitas pembiayaannya. OJK juga akan terus memantau kualitas pembiayaan LPBBTI dan melakukan pengawasan, termasuk penerapan sanksi administratif apabila terjadi pelanggaran ketentuan,” kata Eddy.

Seperti diketahui, OJK telah menetapkan aturan untuk mulai menurunkan suku bunga pinjaman online secara bertahap mulai tahun depan. Ketentuan tersebut tertuang dalam Surat Edaran OJK (SE OJK) Nomor 19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan Jasa Pembiayaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI).

PDP menilai manfaat ekonomi maksimum pinjaman online untuk pembiayaan sektor produksi adalah sebesar 0,067% setiap hari kalender mulai 1 Januari 2026, dari sebelumnya sebesar 0,1% yang berlaku mulai 1 Januari 2024.

Sedangkan tarif keekonomian maksimum pembiayaan konsumen yang semula sebesar 0,3 persen mulai 1 Januari 2024, akan menjadi 0,2 persen untuk setiap hari kalender mulai 1 Januari 2025, dan 0,1 persen untuk setiap hari kalender setelahnya mulai tanggal 1 Januari 2026.

Sebelumnya, Direktur Bisnis dan Operasional PT Kredit Pintar Indonesia Kokko Kattaka berharap OJK bisa santai dalam menurunkan suku bunga tersebut.

“Kami berharap kebijakan penurunan suku bunga ini ditunda agar industri LPBBTI dapat terus memberikan layanan yang stabil dan mampu tumbuh serta bersaing dengan industri keuangan lainnya,” kata Cocco kepada Bisnis, Senin (7/10/2024).

Sementara itu, CEO 360Kredi Kuseryansyah mengatakan, pihaknya berharap OJK mempertimbangkan segmen masyarakat non-bank sebelum menerapkan penurunan suku bunga atau biaya manfaat ekonomi pinjaman online pada tahun depan.

Selain itu, kata dia, P2P lending menjadi sektor penting bagi UKM di Indonesia untuk mengakses pembiayaan.

“Tentunya kami berharap ini menjadi review bagi OJK untuk memperkuat aktivitas platform dan memberikan ruang bagi aktivitas yang manfaat ekonominya lebih lama lagi,” kata Kuseryansya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan Channel WA