Bisnis.com, JAKARTA – Optimalisasi aset negara yang tidak dikenakan asuransi barang milik negara (BMN) disebut-sebut akan meningkatkan pendapatan premi industri asuransi dan reasuransi Indonesia.

Wahyudin Rahman, praktisi manajemen risiko dan Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi), memandang Indonesia sebagai negara dengan profil risiko bencana alam yang tinggi. Optimalisasi Asuransi BMN dengan cara ini bermanfaat bagi industri asuransi dan berdampak positif bagi negara juga.

“Tentunya akan membantu meningkatkan pendapatan premi nasional, memperkuat industri asuransi, dan mendiversifikasi portofolio. Selain itu, akan memberikan keamanan finansial bagi aset-aset negara yang berisiko mengalami kerugian. Mengurangi beban keuangan itu sangat penting,” kata Vahyudin oleh Bisnis pada Minggu (17/11/2024).

Berdasarkan laporan Lembaga Kebijakan Ekonomi (BKF) tahun 2018, rata-rata kerugian ekonomi tahunan akibat bencana mencapai Rp 22,8 triliun sepanjang tahun 2000-2016. Sedangkan perekonomian negara hanya mampu menutupi 22% kerugian tersebut, yakni Rp 3,1 triliun.

Dengan risiko-risiko tersebut, penjaminan BMN masih belum optimal. Pada akhir tahun 2023, nilai BMN yang dipertanggungkan sebesar Rp200,89 triliun, dengan hanya Rp68,5 triliun (34%) dari nilai BMN yang dipertanggungkan. 

Sedangkan Nomor Seri Pendaftaran (NUP) BMN yang diasuransikan hanya 9.672 (12%) dari total 83.331 NUP barang pertanggungan BMN. 

Wahyudin menilai asuransi BMN sudah sempurna namun setidaknya memiliki tiga keterbatasan. Pertama, kesadaran dan pemahaman terhadap manfaat asuransi BMN masih rendah bagi banyak pengelola BMN di pusat dan daerah.  

Kedua, kurangnya alokasi anggaran pemerintah. Karena berbagai prioritas lain di APBN, anggaran yang dialokasikan untuk membayar premi terbatas, sehingga jumlah yang diberikan untuk penjaminan BMN mungkin terbatas, kata Vahyudin.

Lalu kendala ketiga adalah proses identifikasi dan penilaian aset yang rumit. Wahyudin memperkirakan aset BMN tersebar di seluruh Indonesia sehingga proses evaluasi dan pengklasifikasian aset untuk diasuransikan memerlukan waktu dan koordinasi yang lebih baik antar instansi.

“Reformasi yang perlu dilakukan agar lebih optimal antara lain meningkatkan sosialisasi dan edukasi secara berkesinambungan, pengalokasian anggaran premi penjaminan BMN, percepatan proses inventarisasi dan penilaian aset BMN, serta pengembangan produk asuransi khusus BMN. Asuransi syariah,” ujarnya. menyimpulkan.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel