Bisnis.com, Jakarta – Tabungan Perumahan Rakyat atau Tabera belakangan ini tengah menarik perhatian masyarakat.

Rencana yang sudah digagas sejak lama dan direncanakan akan dilaksanakan di masa depan ini menyebabkan mayoritas masyarakat menolak rencana yang dikeluarkan pemerintah tersebut.

Program ini memotong gaji setiap pegawai pemerintah, pegawai swasta, dan pekerja lepas sebesar 3% dari gaji bulanannya.

Dari segi ekonomi, rencana ini akan menurunkan tingkat konsumsi total karena masyarakat harus membatasi konsumsinya saat ini atau berinvestasi pada program Tabara, yang akan menyebabkan pendapatan nasional menurun dan perekonomian menyusut.

Namun, program tersebut akan berdampak positif bila dikelola dengan cara yang paling memecahkan masalah kepemilikan rumah karyawan.

Namun masyarakat selama ini mempertanyakan stabilitas pemerintah yang kerap melakukan korupsi dalam pengelolaan dana negara sehingga menyebabkan kepercayaan masyarakat relatif rendah.

Proyek Tabera memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk memiliki rumah, khususnya pekerja muda di Indonesia. Rencana ini berupa tabungan yang dapat dengan mudah melunasi pinjaman hipotek dalam waktu dan nilai tertentu.

Karena harga rumah meningkat setiap tahunnya, aplikasi ini dinilai akan memberikan manfaat jangka panjang bagi penggunanya. Namun, akan ada kesulitan dalam melaksanakan rencana ini di masa depan.

Pertama, secara keseluruhan, rencana tersebut akan menurunkan tingkat konsumsi masyarakat dalam jangka waktu tertentu sehingga menurunkan pendapatan dalam negeri (PDB) dan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% pada tahun 2024.

Jika dicermati pada triwulan I tahun 2024, laju pertumbuhan konsumsi masyarakat hanya meningkat sebesar 4,91%, investasi meningkat sebesar 3,79%, dan ekspor meningkat sebesar 0,5%.

Sementara itu, belanja pemerintah mencatat peningkatan yang cukup signifikan yaitu meningkat sebesar 19,90%. Pengeluaran pemerintah mengalami pertumbuhan tertinggi karena besarnya pengeluaran untuk pengembangan IKN dan pembiayaan infrastruktur dan skema jaminan sosial.

Situasi ini menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia akan mengalami perlambatan yang serius pada tahun 2024 dan menunjukkan bahwa proyek Tabera tidak tepat dilaksanakan di masa depan.

Selain itu, program Tapera juga diperuntukkan bagi pekerja mandiri dan swasta yang pendapatannya relatif tidak stabil. Diperkirakan jika diterapkan maka akan terdapat risiko gagal bayar yang tinggi dan hal ini akan menjadi tantangan besar bagi pelaksanaan proyek di masa depan.

Oleh karena itu, dinilai sangat penting bagi pemerintah untuk memenuhi keinginan buruh yang menolak program yang sudah dicanangkan dan melakukan pertimbangan untuk meningkatkan kesejahteraan buruh yang ada. IKN dan dampaknya

Sejauh ini perkembangan IKN masih membawa manfaat dan kerugian bagi masyarakat. Tujuan utama pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur adalah untuk mencapai pemerataan ekonomi, jumlah penduduk, dan pembangunan.

Selain itu, pembangunan intensif yang saat ini berpusat di Pulau Jawa dapat dilakukan dengan merelokasi ibu kota ke Kalimantan, sehingga kegiatan perekonomian lebih merata dan pertumbuhan lebih berkelanjutan.

Namun pembangunan IKN menimbulkan kontroversi di masyarakat karena proses pembangunannya dilakukan secara cepat dan terkesan terburu-buru, sehingga menyorot kepada masyarakat betapa mendesaknya pemindahan ibu kota dalam waktu yang singkat.

Target awal IKN dibuat dengan menggunakan skema pembiayaan bersama APBN, KPBU, dan swasta. Namun pada tahun 2024, penggunaan APBN mencapai 16,1% dari target maksimal 20%.

Oleh karena itu, upaya menarik investor untuk pengembangan IKN saat ini relatif terbatas. Perkembangan IKN didominasi dana APBN dan tidak ada investor asing yang masuk, sehingga diperkirakan akan semakin sulit pengembangan IKN ke depannya. Artinya, proyek pembangunan IKN kemungkinan besar akan terhenti dalam waktu dekat.

Dari sisi makroekonomi, pertumbuhan IKN yang saat ini didominasi oleh ABPN akan meningkatkan belanja pemerintah sehingga defisit anggaran akan terus melebar.

Akibatnya, utang luar negeri akan meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun ke depan. Tingginya belanja pemerintah tidak menyebabkan tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi, sektor manufaktur tidak tumbuh, dan dampak pertumbuhan terhadap pendapatan nasional relatif lambat. Dualitas TAPERA dan IKN

Kenyataannya saat ini status APBN Indonesia sangat rendah. Selain transisi pemerintahan sementara pada tahun 2024, tingginya belanja infrastruktur, termasuk IKN, ruang fiskal yang sempit ini memberikan tantangan besar.

Selain itu, tingginya utang pemerintah sebesar Rp 800 triliun yang jatuh tempo pada tahun 2025 (Kompas, 2024) dan implementasi rencana janji kampanye presiden terbaru akan menghabiskan sebagian besar APBN dibandingkan sebelumnya.

Apalagi, dugaan masyarakat bahwa dana Tabera akan diarahkan untuk pengembangan IKN bukan berarti salah, justru harus diabaikan. Namun pandangan tersebut bermula dari kekhawatiran akan kesejahteraan pekerja yang masih kurang memadai.

Tingkat pengangguran yang semakin tinggi (9,1%) dan pertumbuhan konsumsi masyarakat yang melambat membuat masyarakat semakin responsif terhadap setiap kebijakan pemerintah.

Oleh karena itu, pemerintah hendaknya lebih berhati-hati dalam mengkomunikasikan kepada publik mengenai rencana pelaksanaan kebijakan terkait pengelolaan APBN dan lebih fokus pada peningkatan kesejahteraan pekerja dan pembangunan yang lebih inklusif.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel