Bisnis.com, JAKARTA – Bank Sentral Amerika Serikat (Fed) memberikan sinyal jelas untuk menurunkan suku bunga utama (FED Fund Rate/FFR) pada September 2024.
Inflasi AS akan turun dari 3,3% pada Mei 2024 menjadi 3% pada bulan Juni dan 2,9% pada Juli 2024, mendekati target inflasi 2%.
Katalis pertumbuhan pinjaman perumahan (HLC) adalah penurunan suku bunga dasar. Apa saja faktor kunci keberhasilan yang perlu dipenuhi?
Berdasarkan statistik perekonomian dan keuangan Indonesia yang dirilis Bank Indonesia pada 16 Juli 2024, kredit real estat meningkat sebesar 8,32% (YoY) dari Rp1.231,68 triliun pada Mei 2023 menjadi Rp1.334,13 triliun pada Mei 2024.
Kredit konstruksi turun 1,14% dari Rp393,02 triliun menjadi Rp388,55 triliun (29,12% dari total kredit). Kredit real estat tumbuh lebih cepat sebesar 10,05% dari Rp202,78 triliun menjadi Rp223,16 triliun (16,73%).
Meski KPR dan Kredit Pemilikan Rumah (KPA) tumbuh 13,61% dari Rp 635,88 triliun menjadi Rp 722,41 triliun, namun keduanya memiliki pangsa pasar terbesar yaitu 54,15%.
Hal ini merupakan faktor keberhasilan utama yang harus dipenuhi agar penurunan suku bunga utama dapat menjadi katalis bagi pertumbuhan pinjaman hipotek.
Pertama, penurunan FFR merupakan peluang besar bagi BI untuk menurunkan BI rate dari saat ini 6,25% menjadi 6%. Dalam hal ini, penurunan suku bunga dasar BI dapat menyebabkan penurunan suku bunga pinjaman perbankan. Hal ini dimulai dengan rendahnya suku bunga deposito karena biaya dana yang rendah.
Namun, dibutuhkan waktu sekitar 3 bulan agar penurunan suku bunga kebijakan BI dapat tercermin dalam penurunan suku bunga pinjaman karena bank harus memikirkan kembali pengelolaan aset dan liabilitas (ALM).
Kedua, bagaimana likuiditas bank? Rasio alat likuid/non-core deposit (AL/NCD) menurun dari 114,58% pada Mei 2024 menjadi 112,33% pada Juni 2024. Meski mengalami penurunan, namun angka tersebut masih jauh di atas ambang batas 50%.
Rasio likuiditas lainnya, Alat Likuid/DPK (AL/DPK), juga turun dari 25,78% pada Mei 2024 menjadi 25,37% pada Juni 2024, juga jauh di atas ambang batas 10%. Intinya, likuiditas bank umum berlimpah.
Artinya, tidak akan terjadi kenaikan suku bunga pinjaman secara signifikan. Statistik perbankan Indonesia yang dirilis pada 21 Agustus 2024 menunjukkan bahwa rata-rata suku bunga pinjaman modal kerja adalah 8,82%, naik dari 8,85% pada April 2024 (saat suku bunga dasar BI dinaikkan dari 6% menjadi 6,25%). Juni 2024.
Sebaliknya, tingkat bunga rata-rata pinjaman investasi sedikit meningkat – dari 8,85% menjadi 8,86%. Namun rata-rata suku bunga pinjaman konsumsi tidak mengalami perubahan yaitu sebesar 10,12%. Ingatlah bahwa CPR juga mencakup kredit konsumen.
Ketiga, suku bunga KPR diperkirakan turun, terutama jika suku bunga acuan turun. Faktanya, CPR dengan rate tetap dapat dikatakan lebih menyenangkan dibandingkan CPR dengan rate variabel.
(suku bunga mengambang).
Suku bunga yang bersifat variabel secara alamiah akan mengikuti perubahan suku bunga dasar BI (naik atau turun). Bank biasanya bersedia menaikkan suku bunga hipotek segera setelah suku bunga utama naik. Di sisi lain, bank sering kali secara perlahan menurunkan suku bunga hipotek ketika suku bunga utama turun.
Jika Anda menemui hal tersebut, segera ajukan permohonan penurunan suku bunga KPR Anda ke kantor pusat bank. Bank akan segera merespons.
Keempat, KPR dari bank syariah bisa dikatakan lebih menarik. Karena bank syariah mengambil sebagian keuntungan dimuka, tingkat bunga hipotek bank syariah menjadi tetap. Inilah keunggulan KPR bank syariah di era bunga tinggi ini.
Kelima, Instrumen Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) RRT yang dikelola oleh Badan Pengelola Tabungan Perumahan Negara (BP Tapera) harus menjadi pilar penting pembangunan RRT. KPR pengusaha perorangan menawarkan tingkat bunga tetap sebesar 5% untuk jangka waktu 20 tahun, pembayaran awal hingga 1%, dan pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 11%.
Tapera memberikan uang jaminan kepada peserta untuk membiayai perumahan selama jangka waktu tertentu atau setelah kepesertaan berakhir, beserta pendapatan dari pupuk. Majikan dan pekerja mendapat tabungan sebesar 3% dari gaji, yang meliputi 0,5% dan 2,5%. Wiraswasta menanggung 3% dari upah minimum.
Sayangnya, Peraturan Pemerintah (GD) Nomor 2. 21 Tahun 2024 mengubah Peraturan Pemerintah No. 25/2020 diterbitkan pada waktu yang salah. Pada akhirnya, PP tersebut justru menimbulkan perlawanan baik dari pekerja maupun pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).
Potensi risikonya adalah stok perumahan bersubsidi, dengan target 166.000 yang direvisi menjadi 200.000 pada tahun 2024, tidak terserap seluruhnya. Pada akhirnya, kekurangan perumahan (backlog) sebesar 9,9 juta pada tahun 2023 dapat diatasi mengingat kebutuhan akan perumahan terus meningkat, yaitu sekitar 800.000 unit rumah per tahun.
Keenam, oleh karena itu, BP Tapera mempunyai kewajiban untuk bekerja keras meningkatkan kepercayaan diri para pekerja dan Apindo dengan memberikan informasi tentang pentingnya Tapera. Program Sejuta Rumah juga perlu diintensifkan, dimana pada Juli 2024 hanya 617.622 apartemen (59,23%) yang tercover.
Ketujuh, mengingat pertumbuhan sektor real estate dapat merangsang 174 subsektor usaha lainnya.
Dengan demikian, jika faktor kunci keberhasilan ini terpenuhi, CPR akan menjadi lebih produktif.
Lihat berita dan artikel lainnya dari Google News dan WA Channel.