Bisnis.com, JAKARTA – Dalam situasi perekonomian; Hilirisasi dianggap sebagai strategi penting untuk meningkatkan daya saing negara dan menciptakan keberlanjutan perekonomian jangka panjang.

Pemerintah serius menggarap program hilirisasi terkait nikel yang dinilai berhasil. Pada saat yang sama, Industri perikanan menghasilkan produk ikan di hilirnya, namun untuk dapat memanfaatkannya, tuna harus diimpor dari berbagai negara. cakalang Pasokan bahan baku ikan seperti rajungan dan tenggiri stagnan. Perikanan. Oleh karena itu, antara tahun 2014 hingga 2023, volume impor produk perairan meningkat sebesar 67,5 persen.

Semua pihak harus mendukung agenda kebijakan hilirisasi perikanan untuk mencapai nilai tambah. Namun tidak semua jenis ikan bisa mencapai dasar perairan, dan jika hal ini terus berlanjut maka nilai jual beberapa ikan akan menurun.

Indonesia bukan satu-satunya negara yang memiliki sumber daya ikan. Negara-negara lain yang mengimpor ikan mentah juga dapat melarang ekspor berdasarkan program hilir dan mewajibkan perusahaan Indonesia untuk membangun pabrik pengolahan ikan di negara-negara tersebut. Untuk menghindari perselisihan di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), prospek negara-negara lain yang menuntut perlakuan yang sama harus diwaspadai.

Berdasarkan analisis data ekspor neto selama satu dekade, fluktuasi ekspor produk perairan erat kaitannya dengan kebijakan dan peraturan pemerintah di sektor hulu. Penurunan ekspor ikan bersih, yang mencapai titik terendah dalam satu dekade pada tahun 2017, merupakan dampak negatif dari kebijakan anti-produksi yang mengurangi pasokan ikan mentah ke sektor perikanan yang berorientasi ekspor.

Di sisi lain, maksimalnya ekspor neto pada tahun 2020 disebabkan oleh adanya relaksasi kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan saat itu yang memungkinkan penerbitan izin lebih cepat, serta adanya pembatalan, Peraturan menteri sebelumnya yang melarang sektor manufaktur seperti melarang ekspor dan membatasi kapal ukuran maksimum hingga 150 BT.

Tapi sayangnya, Relaksasi kebijakan ini hanya berumur pendek dan tidak dapat dilanjutkan. Padahal, penurunan ekspor neto merupakan hal yang wajar seiring dengan melambatnya pasokan bahan baku ikan.

Penetapan target PNBP sektor perikanan yang terlalu ambisius dan tidak realistis telah melahirkan kebijakan-kebijakan yang menghambat pertumbuhan sektor perikanan. Di bidang perikanan, peningkatan PNBP hanya terjadi jika komponen pengganda meningkat, dan sebaliknya jika tidak diperoleh dengan peningkatan hasil tangkapan ikan.

Volume ekspor neto (ekspor-impor) turun sebesar 16,19 persen, mencerminkan penurunan pasokan bahan baku industri ekspor makanan laut dan menurunnya tingkat utilitas di sektor perikanan. 10 tahun.

Namun anehnya, angka produk domestik bruto (PDB) sektor perikanan terus meningkat dengan harga berlaku dan tidak pernah turun. Pada saat yang sama, Dari sisi nilai perdagangan dunia, pangsa pasar ekspor produk perairan Indonesia hanya 2,94% (2022), hanya menempati peringkat ke-11.

Deindustrialisasi seperti mimpi buruk jangka panjang bagi pelaku usaha, paradoks dari program hilirisasi yang gencar digagas pemerintah.

Kelemahan di sektor hulu jelas berdampak pada sektor hilir. Program hilir tidak akan efektif tanpa meningkatkan stok ikan mentah lokal. Pasokan bahan ikan impor dapat meningkatkan ekspor produk ikan yang memiliki nilai tambah di hilir, namun hal ini harus menjadi upaya terakhir.

Meningkatnya pasokan bahan baku ikan dalam negeri secara signifikan mengakibatkan kulit ikan, kulit ikan, tulang ikan kulit udang Hal ini akan berdampak positif dalam menggairahkan pengolahan limbah perikanan seperti kepiting dan limbah ikan bernilai tinggi lainnya. Itu adalah, Ada pula kemungkinan untuk mendukung kebijakan program Ekonomi Biru (nol) yang merupakan salah satu tujuan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Program hilirisasi harus memberikan insentif kepada produsen produk perairan yang mempunyai nilai tambah dengan kode HS (Harmonized System) tertentu yang harus dibebaskan dari kewajiban menahan penerimaan devisa hasil ekspor.

Hal ini harus disusun berdasarkan rencana perikanan unggul yang telah disetujui secara resmi oleh para pemangku kepentingan dan pemangku kepentingan, termasuk asosiasi bisnis. Percepatan program hilirisasi harus dibarengi dengan relaksasi kebijakan, termasuk penurunan Pajak Hasil Perikanan (PHP) sebesar 2% untuk semua ukuran kapal yang panjangnya lebih dari 12 mil, dan perubahan peraturan yang kontraproduktif. Pasokan bahan baku diharapkan meningkat melalui pemanfaatan sumber daya perikanan yang lebih baik di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) dan laut lepas. Diskriminasi tarif PHP berdasarkan ukuran kapal terbukti melemahkan akses Indonesia terhadap ZEEI dan sumber daya perikanan laut lepas.

Pemerintahan baru diharapkan dapat memperkuat sektor hulu untuk mendorong industri perikanan yang berkelanjutan dan berdaya saing global.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel.